Trauma Medula Spinalis
Pendahuluan(1,2)
Trauma medula spinalis dapat disebabkan oleh berbagai proses patologis termasuk trauma. Fokus pemeriksaan yaitu pada gambaran klinis secara umum keterlibatan dari susunan medula spinalis.
Trauma medula spinalis dapat disebabkan oleh berbagai proses patologis termasuk trauma. Fokus pemeriksaan yaitu pada gambaran klinis secara umum keterlibatan dari susunan medula spinalis.
Kecelakaan lalu lintas, terjatuh, olahraga (misalnya
menyelam), kecelakaan industri, luka tembak dan luka bacok, ledakan bom
merupakan penyebab trauma medula spinalis.
Patofisiologi (1,2,3)
Trauma pada permukaan medula spinalis dapat memperlihatkan gejala dan tanda yang segera ataupun dapat timbul kemudian. Trauma mekanik yang terjadi untuk pertama kalinya sama pentingnya dengan traksi dan kompresi yang terjadi selanjutnya.
Trauma pada permukaan medula spinalis dapat memperlihatkan gejala dan tanda yang segera ataupun dapat timbul kemudian. Trauma mekanik yang terjadi untuk pertama kalinya sama pentingnya dengan traksi dan kompresi yang terjadi selanjutnya.
Kompresi yang terjadi secara langsung pada
bagian-bagian syaraf oleh fragmen-fragmen tulang, ataupun rusaknya
ligamen-ligamen pada sistem saraf pusat dan perifer. Pembuluh darah rusak dan
dapat menyebabkan iskemik. Ruptur axon dan sel membran neuron bisa juga terjadi.
Mikrohemoragik terjadi dalam beberapa menit di substansia grisea dan meluas
beberapa jam kemudian sehingga perdarahan masif dapat terjadi dalam beberapa
menit kemudian.
Efek trauma terhadap tulang belakang bisa bisa berupa
fraktur-dislokasi, fraktur, dan dislokasi. Frekuensi relatif ketiga jenis
tersebut adalah 3:1:1
Fraktur tidak mempunyai tempat predileksi, tetapi
dislokasi cenderung terjadi pada tempat-tempat antara bagian yang sangat mobil
dan bagian yang terfiksasi, seperti vertebra C1-2, C5-6 dan T11-12.
Dislokasi bisa ringan dan bersifat sementara atau
berat dan menetap. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek
traumatiknya bisa mengakibatkan lesi yang nyata di medula spinalis.
Efek trauma yang tidak dapat langsung bersangkutan
dengan fraktur dan dislokasi, tetapi dapat menimbulkan lesi pada medula
spinalis dikenal sebagai trauma tak langsung. Tergolong dalam trauma tak
langsung ini ialah whiplash (lecutan), jatuh terduduk atau dengan badan
berdiri, atau terlempar oleh gaya eksplosi bom.
Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme berikut :
- Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus intervertebralis dan hematom. Yang paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan trauma hiperekstensi.
- Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada jaringan, hal ini biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransi medula spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya usia.
- Edema medula spinalis yang timbul segera setelah trauma menyebabkan gangguan aliran darah kapiler dan vena.
- Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau sistem arteri spinalis anterior dan posterior.
Manifestasi
Lesi Traumatik(1,2,3)
Komosio Medula Spinalis
Komosio medula
spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi medula spinalis hilang sementara
akibat suatu trauma dengan atau tanpa disertai fraktur atau dislokasi. Sembuh
sempurna akan terjadi dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam / hari
tanpa meninggalkan gejala sisa.
Kerusakan reversibel yang medasari komosio medula
spinalis berupa edema, perdarahan perivaskuler kecil-kecil dan infark disekitar
pembuluh darah. Pada inspeksi makroskopik medula spinalis tetap utuh. Bila
paralisis total dan hilangnya sensibilitas menetap lebih dari 48 jam maka
kemungkinan sembuh sempurna menipis dan perubahan pada medula spinalis
lebih mengarah ke perubahan anatomik daripada fisiologik.
Kontusio
Medula Spinalis
Berbeda dengan
komosio medula spinalis yang diduga hanya merupakan gangguan fisiologik saja
tanpa kerusakan anatomik makroskopik, maka pada kontusio medula spinalis
didapati kerusakan makroskopik dan mikroskopik medula spinalis yaitu
perdarahan, pembengkakan (edema), perubahan neuron, reaksi peradangan.
Perdarahan didalam substansia alba memperlihatkan
adanya bercak-bercak degenerasi Waller dan pada kornu anterior terjadi
hilangnya neuron yang diikuti proliferasi mikroglia dan astrosit.
Laserasio
Medula Spinalis
Pada laserasio
medula spinalis terjadi kerusakan yang berat akibat diskontinuitas medula
spinalis. Biasanya penyebab lesi ini adalah luka tembak atau bacok/tusukan,
fraktur dislokasi vertebra.
Perdarahan
Akibat trauma, medula spinalis dapat mengalami
perdarahan epidural, subdural maupun hematomiella. Hematom epidural dan
subdural dapat terjadi akibat trauma maupun akibat anestesia epidural dan
sepsis. Gambaran klinisnya adalah adanya trauma yang relatif ringan tetapi
segera diikuti paralisis flaksid berat akibat penekanan medula spinalis. Kedua
keadaan diatas memerlukan tindakan darurat bedah. Hematomiella adalah
perdarahan di dalam substansia grisea medula spinalis. Perdarahan ini dapat
terjadi akibat fraktur-dislokasi, trauma Whisplash atau trauma tidak
langsung misalnya akibat gaya eksplosi atau jatuh dalam posisi berdiri/duduk.
Gambaran klinisnya adalah hilangnya fungsi medula spinalis di bawah lesi, yang
sering menyerupai lesi transversal. Tetapi setelah edema berkurang dan bekuan
darah diserap maka terdapat perbaikan-perbaikan fungsi funikulus
lateralis dan posterior medula spinalis. Hal ini menimbulkan gambaran klinis
yang khas hematomiella sebagai berikut : terdapat paralisis flaksid dan atrofi
otot setinggi lesi dan dibawah lesi terdapat paresis spastik, dengan utuhnya
sensibilitas nyeri dan suhu serta fungsi funikulus posterior.
Kompresi
Medula Spinalis
Kompresi medula spinalis dapat terjadi akibat
dislokasi vertebra maupun perdarahan epi dan subdural. Gambaran klinisnya
sebanding dengan sindrom kompresi medula spinalis akibat tumor, kista dan abses
di dalam kanalis vertebralis. Akan didapati nyeri radikuler, dan paralisis
flaksid setinggi lesi akibat kompresi pada radiks saraf tepi.
Akibat
hiperekstensi, hiperfleksi, dislokasi, fraktur dan gerak lecutan (Whiplash)
radiks saraf tepi dapat tertarik dan mengalami jejas (reksis).
Pada trauma lecutan radiks C5-7 dapat mengalami hal
demikian, dan menimbulkan nyeri radikuler spontan. Dulu gambaran penyakit ini
dikenal sebagai hematorakhis, yang sebenarnya lebih tepat dinamakan neuralgia
radikularis traumatik yang reversibel. Di bawah lesi kompresi medula spinalis
akan didapati paralisis spastik dan gangguan sensorik serta otonom sesuai
dengan derajat beratnya kompresi. Kompresi konus medularis terjadi akibat
fraktu-dislokasi vertbra L1, yang menyebabkan rusaknya segmen sakralis medula spinalis.
Biasanya tidak dijumpai gangguan motorik yang menetap, tetapi terdapat gangguan
sensorik pada segmen sakralis yang terutama mengenai daerah sadel,
perineum dan bokong.
Di samping itu djumpai juga gangguan otonom yang
berupa retensio urine serta pada pria terdapat impotensi. Kompresi kauda ekuina
akan menimbulkan gejala, yang bergantug pada serabut saraf spinalis mana yang
terlibat. Akan dijumpai paralisis flaksid dan atrofi otot. Gangguan
sensorik sesuai dengan dermatom yang terlibat.
Kompresi pada saraf spinalis S2, S3 dan S4 akan
menyebabkan retensio urin dan hilangnya kontrol volunter vesika urinaria,
inkontinensia alvi dan impotensi.
Hemiseksi
Medula Spinalis
Biasanya
dijumpai pada luka tembak atau luka tusuk/bacok di medula spinalis. Gambaran
klinisnya merupakan sindrom Brown Sequard yaitu setinggi lesi terdapat
kelumpuhan neuron motorik perifer (LMN) ipsilateral pada otot-otot yang
disarafi oleh motoneuron yang terkena hemilesi. Di bawah tingkat lesi
dijumpai pada sisi ipsilateral kelumpuhan neuron motorik sentral (UMN) dan
defisit sensorik proprioseptif, sedangkan pada sisi kontralateral terdapat
defisit sensorik protopatik.
Sindrom
MedulaSpinalis bagian Anterior
Sindrom ini mempunyai ciri khas berikut : paralisis
dan hilangnya sensibilitas protopatik di bawah tingkat lesi,tetapi sensibilitas
protopatik tetap utuh.
Sindrom
Medula Spinalis bagian Posterior
Ciri khas sindrom ini adalah adanya defisit motorik
yang lebih berat pada lengan dari pada tungkai dan disertai defisit sensorik.
Defisit motorik yang lebih jelas pada lengan (daripada tungkai) dapat
dijelaskan akibat rusaknya sel motorik di kornu anterior medula spinalis
segmen servikal atau akibat terlibatnya serabut traktus kortikospinalis yang
terletak lebih medial di kolumna lateralis medula spinalis. Sindrom ini sering
dijumpai pada penderita spondilitis servikal.
Transeksi
Medula Spinalis
Bila medula
spinalis secara mendadak rusak total akibat lesi transversal maka akan dijumpai
3 macam gangguan yang muncul serentak yaitu :
- semua gerak volunter pada bagian tubuh yang terletak di bawah lesi akan hilang fungsinya secara mendadak dan menetap
- semua sensibilitas daerah di bawah lesi menghilang
- semua fungsi reflektorik pada semua segmen dibawah lesi akan hilang. Efek terakhir ini akan disebut renjatan spinal (spinal shock), yang melibatkan baik refleks tendon maupun refleks otonom. Kadang kala pada fase renjatan ini masih dapat dijumpai refleks bulbokavernosus dan atau refleks anal. Fase renjatan spinal ini berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan (3-6 mingu)
Pada anak-anak, fase shock spinal berlangsung lebih
singkat daripada orang dewasa yaitu kurang dari 1 minggu. Bila terdapat
dekubitus, infeksi traktus urinarius atau keadaan metabolik yang terganggu,
malnutrisi, sepsis, maka fase syok ini akan berlangsung lebh lama.
McCough mengemukakan 3 faktor yang mungkin berperan
dalam mekanisme syok spinal.
- Hilangnya fasilitas traktus desendens
- Inhibisi dari bawah yang menetap, yang bekerja pada refleks ekstensor, dan
- Degenerasi aksonal interneuron
Karena fase renjatan spinal ini amat dramatis, Ridoch
menggunakannya sebagai dasar pembagian gambaran klinisnya atas 2 bagian, ialah
renjatan spinal atau arefleksia dan aktivitas refleks yang meningkat.
Syok spinal atau arefleksia
Sesaat setelah trauma, fungsi motorik dibawah
tingkat lesi hilang, otot flaksid, refleks hilang, paralisis atonik vesika
urinaria dan kolon, atonia gaster dan hipestesia. Juga di bawah tingkat lesi
dijumpai hilangnya tonus vasomotor, keringat dan piloereksi serta fungsi
seksual. Kulit menjadi kering dan pucat serta ulkus dapat timbul pada daerah
yang mendapat penekanan tulang. Sfingter
vesika urinaria dan anus dalam keadaan kontraksi ( disebabkan oleh
hilangnya inhibisi dari pusat sistem saraf pusat yang lebi tinggi ) tetapi otot
detrusor dan otot polos dalam keadaan atonik. Urin akan terkumpul, setelah tekanan intravesikuler lebih
tinggi dari sfingter uretra maka urin akan mengalir keluar (overflow
incontinence)
Demikian pula terjadi dilatasi pasif usus
besar, retensio alvi dan ileus parlitik. Refleks genitalia (ereksi penis,
refleks bulbokavernosus, kontraksi otot dartos) menghilang.
Aktifitas refleks yang meningkat
Setelah beberapa minggu respon refleks terhadap
rangsang mulai timbul, mula-mula lemah makin lama makin kuat. Secara bertahap
timbul refleks fleksi yang khas yaitu tanda babinski dan kemudian fleksi tripel
muncul. Beberapa bulan kemudian refleks menghindar tadi akan bertambah
meningkat, sehingga rangsang pada kulit tungkai akan menimbulkan kontraksi otot perut, fleksi tripel, hiperhidrosis,
pilo-ereksi dan pengosongan kandung kemih secara otomatis. Hal ini disebut
refleks massa.
Diagnosis (1,3)
Radiologik
Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada
daerah yang diperkirakan mengalami trauma akan memperlihatkan adanya fraktur
dan mungkin disertai dengan dislokasi.
Pada trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut
terbuka dapat membantu dalam memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra
C1-C2.
Pungsi Lumbal
Berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit
peningkatan tekanan likuor serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan
Queckenstedt menggambarkan beratnya derajat edema medula spinalis, tetapi perlu
diingat tindakan pungsi lumbal ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena
posisi fleksi tulang belakang dapat memperberat dislokasi yang telah terjadi.
Dan antefleksi pada vertebra servikal harus dihindari bila diperkirakan terjadi
trauma pada daerah vertebra servikalis tersebut.
Mielografi
Mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh
dari trauma pada daerah lumbal, sebab sering terjadi herniasi diskus
intervertebralis.
Penatalaksanaan (1,2,3)
Pada umumnya pengobatan trauma medula spinalis adalah konservatif dan simptomatik. Manajemen yang paling utama untuk mempertahankan fungsi medula spinalis yang masih ada dan memperbaiki kondisi untuk penyembuhan jaringan medula spinalis yang mengalami trauma tersebut.
Pada umumnya pengobatan trauma medula spinalis adalah konservatif dan simptomatik. Manajemen yang paling utama untuk mempertahankan fungsi medula spinalis yang masih ada dan memperbaiki kondisi untuk penyembuhan jaringan medula spinalis yang mengalami trauma tersebut.
Prinsip tatalaksana dapat diringkas sebagai berikut :
v stabilisasi, imobilisasi medula spinalis dan
penatalaksanaan hemodinamik dan atau gangguan otonom yang kritis pada cedera
dalam fase akut, ketika penatalaksanaan gastrointestinal (contoh, ileus,
konstipasi, ulkus), genitourinaria (contoh, infeksi traktus urinarius,
hidronefrosis) dan sistem muskuloskletal (contoh, osteoporosis, fraktur).
v Jika merupakan suspek trauma, stabilisasi
kepala dan leher secara manual atau dengan collar. Pindahkan pasien secara
hati-hati.
v Terapi radiasi mungkin dibutuhkan pada
penyakit dengan metastasis. Untuk tumor spinal yang menyebabkan efek massa
gunakan deksametason dosis tinggi yaitu 10-100 mg intra vena dengan 6-10 mg
intravena per 6 jam selama 24 jam.Dosis diturunkan dengan pemberian intravena
atau oral setiap 1 sampai 3 minggu.
v Trauma medula spinalis segmen servikal dapat
menyebabkan paralisis otot-otot interkostal. Oleh karena itu dapat terjadi
gangguan pernapasan bahkan kadangkala apnea. Bila perlu dilakukan intubasi nasotrakeal
bila pemberian oksigen saja tidak efektif membantu penderita. Pada trauma
servikal, hilangnya kontrol vasomotor menyebabkan pengumpulan darah di pembuluh
darah abdomen, anggota gerak bawah dan visera yang mengalami dilatasi,
menyebabkan imbulnya hipotensi.
v Pipa nasogastrik dipasang untuk mencegah
distensi abdomen akibat dilatasi gaster akut. Bila tidak dilakukan dapat
berakibat adanya vomitus lalu aspirasi dan akan memperberat pernapasan.
v Pada stadium awal dimana terjadi dilatasi
gastrointestinal, diperlukan pemberian enema. Kemudian bila peristaltik timbul
kembali dapat diberikan obat pelunak feses. Bila traktus gastrointestinal
menjadi lebih aktif lagi enema dapat diganti dengan supositoria.
Operasi
Pada saat ini laminektomi dekompresi tidak dianjurkan
kecuali pada kasus-kasus tertentu. Indikasi untuk dilakukan operasi :
- reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa disertai fraktur pada daerah servikal, bilamana traksi dan manipulasi gagal.
- adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis dengan fragmen tulang tetap menekan permukaan anterior medula spinalis meskipun telah dilakukan traksi yang adekuat.
- trauma servikal dengan lesi parsial medula spinalis, dimana tidak tampak adanya fragmen tulang dan diduga terdapat penekanan medula spinalis oleh herniasi diskus intervertebralis. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan mielografi dan scan tomografi untuk membuktikannya.
- fragmen yang menekan lengkung saraf.
- adanya benda asing atau fragmen tulang dalam kanalis spinalis.
- Lesi parsial medula spinalis yang berangsur-angsur memburuk setelah pada mulanya dengan cara konservatif yang maksimal menunjukkan perbaikan, harus dicurigai hematoma.
DAFTAR PUSTAKA
- www.emedicine.traumamedulaspinalis.htm
- Nuartha B.N., Joesoef A.A., Aliah A., dkk, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1993
- Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar