Selasa, 03 Mei 2011

Haid dan gangguannya


HAID

Haid ialah perdarahan secara periodic dan siklik dari uterus. Disertai pelepasan atau deskuamasi endometrium. Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Panjang siklus haid yang normal / dianggap sebagai siklus haid yang klasik ialah 28 hari, tetapi variasi cukup luas, bukan saja antara berapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Panjang siklus haid dipengaruhi oleh usia seseorang. Menurut penelitian para ahli rata – rata panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada wanita usia 55 tahun 51,9 tahun, jadi, sebenarnya panjang siklus haid 28 hari itu tidak sering dijumpai, dari pengamatan haid hart man pada kera ternyata bahwa hanya 20% saja panjang siklus haid 28 hari. Panjang siklus yang biasa pada manusia adalah 25 sampai 32 hari, dan kira – kira 97% wanita yang berovulasi siklus haidnya berkisar antara 18 – 42 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya tidak berovulasi (anovulatoar)

PENGERTIAN

Secara umum kelainan haid berupa kelainan siklus atau kelainan dari jumlah darah yang dikeluarkan dan lamanya perdarahan. Adapun fisiologi menstruasi adalah adanya hubungan timbal balik hipotalamus hipofise ovarium. Mens/ovulasi yang teratur, merupakan hasil kerjasama yang kompleks antara hipotalamus hipofise ovarium. hipotalamus mengeluarkan Gn RH (Gonadotropin Releasing Hormon), yang masuk keperedaran darah portal dan sampailah ke Hipofise (anterior) Gn RH yang dikeluarkan secara pulsasi ini merangsang hipofise untuk memproduksi dan mengeluarkan gonadotropin (FSH dan LH) Secara pulsasi pula. Kemudian gonadotropin ini merangsang folikel (ovarium) untuk tumbuh dan berakhir. Dengan ovulasi terdapat hubungan timbal balik antara hormon gonadotropin ini dengan seks steroid yang dihasilkan ovarium.
Hubungan timbal balik sentral mempunyai pola yang baku, untuk menghasilkan ovulasi yang teratur. Hubungan timbal balik yang kacau tidak akan menghasilkan ovulasi, meskipun sentral menghasilkan gunadotropin dan ovarium menghasilkan seks steroid. Hubungan timbal balik ini lebih mudah dipahami dengan mengikuti fluktuasi naik turunnya kadar hormon estrogen. Karena pada umumnya para sarjana berpendapat bahwa kapan terjadi ovulasi banyak ditentukan oleh ovarium itu sendiri. Estrogen merupakan salah satu hormon seks steroid yang dihasilkan oleh ovarium yang sangat berperan pada kelangsungan hubungan timbal balik, secara normal pada saat menstruasi kadar hormon estrogen dan progesterone didalam darah sangat turun dan endometrium juga tipis hanya terdiri dari stratum basalis saja. Kadar estrogen yang turun ini merangsang produksi gonadotropin (FSH dan LH) sehingga kadar FSH dan LH diperedaran darah meningkat perlahan ,hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan folikel di ovarium, pertumbuhan folikell ini menyebabkan kadar estrogen secara perlahan juga naik .Folikel yang paling “siap” akan tumbuh paling cepat ,dan pada hari ke-5sampai 7 terbentuklah satu folikel dominan, yang nanti akan mengalami ovulasi sedangkan folikel yang kurang siap akan atresia, karena kadar hormon FSH mulai menurun akibat hubungan timbal balik (-) estrogen yang kadarnya terus meningkat penurunan kadar FSH ini tidak diikuti kadar LH, karena dampak hubungan timbal balik (-) estrogen ini hanya untuk FSH, tidak untuk LH. Meskipun kadar FSH terus menurun, tetapi folikel dominan akan tumbuh terus.
Pertumbuhan folikel ini tentunya akan menyebabkan kadar estrogen juga terus meningkat. Setelah mencapai kadar yang cukup tinggi (200 Pg/ml yang bertahan minimal selama 50 jam) estrogen ini akan menimbulkan rangsangan (+), sehingga terjadi loncatan LH (LH surge), yang akan diikuti oleh sedikit kenaikan progesterone dan loncatan FSH. Loncatan LH, FSH dan sedikit kenaikan kadar progesterone akan menyebabkan “pecahnya” folikel dominan (ovulasi). Setelah ovulasi kadar progesteron meningkat tajam yang diikuti penurunan kadar FSH dan LH dan mulailah fase luteal kadar estrogen yang tadinya ikut turun sesaat sebelum ovulasi, tanpa diketahui sebabnya meningkat kembali. Pada fase luteal. Kenaikan kadar progresteron dan estrogen ini mencapai puncaknya pada hari ke-21 dan kemudian menurun perlahan sampai datangnya menstruasi siklus berikutnya.
III. ETIOLOGI.
III.1. Hyperaktivitas otot uterus
Bila endometrium mengalami kerusakan pada saat haid, prostaglandin diproduksi dari asam arakidonat melalui aksi dari enzim PG sintetase. peningkatan kontraksi miometrium bersama dengan aliran darah uterus menyebabkan iskemia. Nyeri berasal dari aktivitas uterus yang abnormal, iskemia uterus, dan sensitisasi ujung – ujung saraf oleh PG dan lanjutan – lanjutannya.
III.2. Faktor psiko genik.
Stres emosional mempengaruhi hormon reproduksi
III.3. Anomali uterus kongenital
Suatu kantong buntu dari uterus dapat dibatasi dengan endometrium, yang melingkar dan tahan. Karena tidak ada jalan keluar, cairan haid menyebabkan kavum uteri membengkak, menciptakan nyeri yang hebat. Pada pemeriksaan pelvis uterus terasa iriguler. Kadang – kadang sebuah lekukan dapat dilihat pada vagina dimana servik yang tidak sempurna berakhir. Nyeri cenderung bersifat kolik, dimulai dekat minarke dan timbul kearah akhir dari pada saat mulainnya keluar darah.
III.4. Leiomioma Submukosa
Haid yang banyak dan nyeri dapat disebabkan oleh kontraksi – kontraksi uterus sebagai usaha untuk mengeluarkan Leiomioma Submukosa.
III.5. Polip Intrauterin atau Intraservikal
Uterus dapat mengadakan resapon terhadap polip karena merupakan suatu benda asing dan berkontraksi dengan kuat sebagai usaha untuk mengeluarkan polip
III.6. Endometriosis.
III.7. Adenomiosis
III.8. Infeksi Pelvis Akut dan Kronik
III.9. Alat kontra sepsi dalam rahim.
III.10. Mioma uteri
III.11. Gangguan Endokrin
III.12. Gangguan hormonal
III.13. Kelainan Kongingital, gangguan metabolisme, tumor, penyakit infeksi, gangguan gizi
IV. DIAGNOSIS
Penentuan diagnosis berdasarkan etiologinya diantaranya Smears (Sekromatin), pemeriksaan rontgen (selia tursica), EEG, BMR, pemeriksaan hymen, sitologi

V. MACAM-MACAM KELAINAN HAID

  1. Amenorrhoe
  2. Pseudoamenorrhoe
  3. Menstruatio praecox
  4. Hypomenorrhoe
  5. Olygomenorrhoe
  6. Hypermenorrhoe (menor ragia)
  7. Poly menorrhoe
  8. Metrorrhagie
  9. Dysmenorrhoe
Mengingat pentingnya untuk diketahuinya macam-macam kelainan haid, dalam diagnosis dan penatalaksanaan, maka akan didiskripsikan sebagai berikut:

II.1. Amernorrhoe

Amenorrhoe bukan suatu penyakit tetapi merupakan gejala, Amenorrhoe tidak adanya haid selama 3 bulan atau lebih.
II.1.1. Data subyektif
a. Wanita berumur 18 tahun keatas tidak pernah haid yang dinamakan amenorrhoe primer.
b. Wanita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi yang dinamakan amenorrhoe sekunder.
II.1.2. Data obyektif.
a. Pemeriksaan umum
° keadaan tubuh penderita
° apakah cirri-ciri kelamin sekunder bertumbuh dengan baik atau tidak.
° Apakah ada hirsutisme
b. Pemeriksaan ginekologik
° dapat mengetahui adanya berbagai jenis ginatresi
° adanya aplasia vaginae, keadaan klitoris, aplasia uteri.
° Adanya tumor, ovarium..
II.1.3. Klasifikasi amenorrhoe patologik.
a. gangguan organic pusat: tumor, radang, destruksi.
b. gangguan kejiwaan syok emosional, psikotis, anoreksia nervasa, pseudosiesis.
c. gangguan poros hipotalamos, hipofisis:
d. sindrom amenorea-galaktorea.
e. Amenorea hipotalamik.
f. gangguan hipofisis
g. ganguan hipofisis.
H. kelainan gonad.
° kelainan congenital (disgenesis ovarium/sindrom turner, syndrom testicular feminization)
° menapause premature.
° The insensitive ovary.
° Penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang, dsb.
° Tumor sel granulose, sel teka, sel hilus, adrenal, avenolblastoma.
I. gangguan glandula supravenalis.
° sindrom adrenogenital.
° Sindrom cushing.
° Sindrom Addison.
J. gangguan uterus, vagina.
° Aplasia dan hipoplasia uteri.
° Aplasia vaginae.
° Endometritis tuberkulosa.
° Histerektomi.
° Sindrom asherman.
K. gangguan glandula tiroidea.
Hipotireodi, hipertireoidi, kretinisme.
L. gangguan pancreas (diabetes mellitus)
M. penyakit-penyakit umum.
° penyakit umum.
° Gangguan gizi.
° Obesitas.
II.1.4. Pemeriksaan penunjang.
a. PMX foto roentgen.
b. PMX sitologi vagina.
c. Test toleransi glukosa.
d. PMX mata.
e. Kerokan uterus.
f. PMX metabolisme basal
G. PMX yang memerlukan fasilitas khusus
° laparoskopi.
° PMX kromatin sex.
° Pembuatan kariogram.
° PMX kadar hormon.

II.1.5. Terapi

Terapi diberikan menurut etiologi. Secara umum dapat disebut: A. hormon-hormon untuk merangsang hypothalamus.
° clomiphen: merangsang hypothalamus.
° Gonadotropin sebagai substitusi terapi.
° Mengadakan rebound phenomen dengan hormon progestin, oral pills.
b. Iradiasi dari ovarium .
c. Thyroid : kalau ada hypofungsi glANDULA thyreoidea.
d. Kesehatan umum harus diperbaiki.
II.2. Pseudoamenorrhoe (kryptomenorrhoe).
Pada keadaan ini haid ada, tetapi darah haid tidak keluar karena tertutupnya cervix, vagina atau hymen.
II.2.1. Data subyektif : Nyeri yang siklus kurang lebih 5 hari tanpa pendarahan.
II.2.2. Data obyektif.
° pada pmx terlihat hymen tidak berlubang atau hymen yang menonjol yang berwarna kebiru-biruan karena darah yang berkumpul dibelakangnya.
° Kadang-kadang pada pmx ditemukan retensio urinae .
° Ditemukan darah yang mengisi vagina (haemato dan kolpos).
° Ditemukan acquisita.
II.2.3. Terapi : Pada atresia hymenalis dilakukan insisi dan eksisi sebagian hymen.
II.3. Menstruatio Precox.
Pendarahan pervaginaan pada anak muda belum tentu menstruasi, karena dapat disebabkan oleh Sarcona dari uterus atau vagina.
II.3.1. Data subyektif.
a. pendarahan pada anak muda kurang dari 8 sampai 10 hari.
b. timbul tanda-tanda sekunder pada anak muda sebelum waktunya.
II.3.2. Data obyektif.
Pada pemeriksaan didapatkan gonodotropin, adanya kelainan otak, adanya displasia tulang fibrotik, adanya tumor-tumor yang menghasilkan gonadotropin.
II.3.3. Terapi, Tumor-tumor penyebab harus dieksturpasi.
II.4. Hypomenorroe.
Hypomenorroe ialah pendarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa.
II.4.1. Data subyektif, Haid sudah berhenti kurang dari 7 hari padahal biasanya berhenti dalam 7 hari.
II.4.2. Data obyektif, ditemukan hypoplasia uteri karena uterus kecil (sesudah miomektomi), ditemukan gangguan endokrin.
II.4.3. Terapi, Menenangkan penderita bahwa adanya hypomenorea tidak mengganggu fertilitas.
II.5. Oligomenorroe.
Oligomenorroe terjadi kalau siklus lebih dari 35 hari, sering terdapat pada wanita yang asthenis.
II.5.1. Data subyektif, Haid jarang, siklus panjang, pendarahan kurang, Pengaruh psikitis atau penyakit (missal TBC), Wanita merasakan kesehatannya normal.
II.5.2. Data obyektif.
Pada pmx ditemukan perpanjangan stadium luteal, Tes TBC.
II.5.3. Terapi, DD=terhadap kehamilan selalu harus dibuat, pada umumnya oligomenorrhoe yang ovulatoar tidak memerlukan terapi kalau mendekati amenorrhoe maka dapat diusahakan mengadakan ovulasi.
II.6. Hipermenorre.
Adalah pendarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari).
II.6.1. Data subyektif, Pendarahan lebih dari 8 hari, Haid lebih banyak dari normal.
II.6.2. data obyektif, Pmx uterus ditemukan adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan kontraktilitas yang terganggu. Pada pmx ditemukan polip endometrium.
II.6.3. Terapi.
Tergantung enusanya. Pada hipermenorea pada mioma uteri tergantung dari penanganan mioma uteri, sedang pada polip endometrium serta gangguannya pelepasan endometrium terdiri atas kerokan.
II.7. Poli menorroe.
Haid sering dating, jadi siklus pendek, kurang dari 25 hari .
II.7.1. Data subyektif, Dalam sebulan kadang haid 2 kali, pendarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid biasa.
II.7.2. data obyektif, Pmx hormonal, pada pmx ditemukan disfungsi ovarium.
II.7.3. Terapi, pemberian estrogen untuk stadium proliferasi, Kombinasi estrogen dan progesteron.
II.8. Metrorragia.
Pendarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Pendarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis pendarahan ini menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia, yang kedua menometroragia. Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organic pada alat genetal atau oleh kelainan fungsional.
Sebab-sebab organik terjadi kalau pendarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan organic pada alat genital atau kelainan fungsional
II.8.1. Data subyektif, mulanya pendarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea, amanorea, sifat pendarahan (banyak atau sedikit, sakit atau tidak, lama pendarahan.
II.8.2. Data obyektif, pmx umum ditemukan tanda-tanda yang menunjuk kearah kemungkinan penyakit metabolic, penyakit endokrin, penyakit memasuki pmx genekologik. Perlu dilihat apakah bukan kelompok-kelompok organic, yang menyebabkan pendarahan abnormal (polip, ulkus, tumor terganggu).
II.8.3. Terapi.
a. Istirahat dan transfusi darah.
b. kalau pendarahan berasal dari uterus diberikan:
° estrogen dalam dosis tinggi.
° Progesterone.
c. Dilatasi dan kerokan
d. Androgen.
e. Klomifen
f. Histeroktomi
II.9. Dismenorrea
Adalah nyeri selama siklus haid. Hal ini adalah satu dari gejala – gejala ginekologi yang paling sering bahkan meskipun wanita – wanita dengan dismenorre cenderung untuk mendapat nyeri haid rekurens secara periodic, beratnya episode indipidual dapat menyebabkan pasien mencari pengobatan darurat.
Dismenorre primer adalah mulai timbulnya beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah menarke, terjadi berhubungan dengan siklus ovulasi. Organ – organ pelvis adalah normal. Mekanisme haid yang nyeri belum jelas dan dapat berpariasi pada wanita yang berbeda. Kemungkinannya meliputi haid yang retrogad, sepasme uterus, dan iskemia uteri.
Dismenorre sekunder disebabkan oleh keadaan patologis pelvic yang spesefik yang dapat terjadi pada setiap saat selama masa reproduksi pasien.
II.9.1. Data Subjektif
° Nyeri abdomen, nyeri dapat cenderung tajam dan kolik dan biasanya dirasakan didaerah suprapubis.
° Nyeri terasa sebelum, selama dan sesudah haid.
° Nausea, Vomitus, Diare.
II.9.2. Data objektif.
A. Pemeriksaan Fisik
° Pemeriksaan abdomen : Abdomen lunak tanpa adanya rangsangan peritoneum atau suatu keadaan patologik yang terlokalisir, bising usus normal.
° Pemeriksaan pelvis : Pada kasus – kasus dismenore primer pemeriksaan pelvis adalah normal. Pada kasus-kasus dismenorre sekunder pemeriksaan pelvis dapat menyingkap keadaan patologis dasarnya, sebagai contoh, nodul-nodul endometriotik dalam Kavum Douglas, atau penyakit Tubovarium atau Leiomiomata.
B. Tes Laboratorium
° Pemeriksaan darah lengkap normal
° Urinalisis normal
II.9.3. Terapi
° Trankuilizer ringan, obat – obat analgesik, segelas anggur atau minuman beralkohol dapat menolong. Pasien harus dinasehatkan untuk menghindari situasi yang penuh ketegangan dan memperhatikan istirahat dan tidur yang cukup. Sebuah bantalan panas dapat memberikan pembebasan tambahan.
° Inhibitor Prostaglanding Sintetase, seperti Naproksen (Naprosyin), ibu profen (Motrin), atau asam Mefenamat (Ponstel), mengurangi kadar prostaglandin Endometrium dan merupakan terapi efektif untuk dismenorre primer.
° Supresi ovulasi : Obat kontrasepsi oral yang mengandung kombinasi estrogen dan progestin dosis rendah biasanya meredakan atau sekurang – kurangnya memodifikasi dismenorre primer rekuren yang diantisipasi.

KISTA OVARII


Kistoma Ovarii

Ovarium mempunyai fungsi yang sangat krusial pada reproduksi dan menstruasi. Gangguan pada ovarium dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, perkembangan dan kematangan sel telur. Gangguan yang paling sering terjadi adalah kista ovarium, sindrom ovarium polikistik, dan kanker ovarium.1,2

Kista ovarium biasanya berukuran kecil (<5 cm), berkapsul dengan isi cairan. Beberapa kista ovarium ini tidak menimbulkan gejala, dan dapat mengalami resolusi spontan, tetapi ada yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak menyenangkan. Ada beberapa yang menjadi ganas, dengan risiko terjadinya karsinoma terutama pada wanita wanita yang mulai menopause. 1,3,4
Keganasan ovarium merupakan 6 kasus kanker terbanyak dan merupakan penyebab kematian oleh karena keganasan ginekologi. Terdapat variasi yang luas insidensi keganasan ovarium, rerata tertinggi terdapat di Negara Skandinavia (14,5-15,3 per 100.000 populasi).5 Di Amerika insidensi keganasan ovarium semua ras adalah 12,5 kasus per 100.000 populasi pada tahun 1988 sampai 1991.6
Penanganan terhadap kista ovarium didasarkan pada jenis kista tersebut. Jadi tidak semua kista ovarium dioperasi, apalagi ternyata kista tersebut dapat resolusi spontan. Tindakan operatif selain sangat invasif, dapat berdampak terhadap fertilitas seseorang. Sehingga untuk menentukan apakah kista tersebut harus diangkat atau tidak, diagnosisnya harus benar-benar jelas. 1,2,7
Untuk menegakkan diagnosis kista terutama jenis kista, ada 2 cara yang selama ini sudah dilaksanakan dan dikembangkan, yaitu dengan pungsi kista dengan panduan ultrasonografi vaginal dilanjutkan pemeriksaan sitologi cairannya, cara ini invasif, memakan waktu lama dan biaya yang mahal, sedangkan yang kedua, dengan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal, lebih murah , cepat, dan tidak invasif.1,7
Untuk mencapai prognosis yang baik bagi penderita, tindakan pembedahan pengangkatan massa tumor yang adekuat sangatlah penting. Oleh karena itu diagnosis banding yang akurat antara tumor ovarium yang jinak atau ganas sangat penting, dalam manajemen intraoperasi maupun pasca operasi pada setiap kasus.8

A.Definisi
Definisi kista adalah pertumbuhan abnormal berupa kantung (pocket, pouch) yang tumbuh abnormal dibagian tubuh tertentu. Kista ada yang berisi udara, cairan, nanah, atau bahan-bahan lain.9,10 Sedangkan Kista Ovarium adalah suatu kantung yang berisi cairan atau materi semisolid yang tumbuh pada atau sekitar ovarium.11

B.Klasifikasi
Terdapat berbagai macam tumor yang dapat timbul pada ovarium. Ada yang neoplastik dan nonneoplastik. Beberapa di antara tumor neoplastik bersifat jinak (noncancerous) dan tidak pernah menyebar di luar ovarium. Tipe lainnya adalah maligna atau ganas (cancerous) dan dapat menyebar ke bagian-bagian tubuh lainnya.12,13 Selanjutnya tumor neoplastik yang bersifat jinak dapat dibagi menjadi tumor kistik dan tumor solid. Pada umumnya, tumor ovarium dinamai sesuai dengan asal macam sel tumor dan berdasarkan ganas tidaknya tumor. Terdapat tiga tipe utama dari tumor ovarium yaitu tumor sel epitel permukaan ovarium (epithelial tumors), dimulai dari sel yang melindungi permukaan luar ovarium; tumor sel benih (germ cell tumors), dimulai dari sel yang menghasilkan ova dan tumor sel stroma (sex cord stromal tumors).12,13,14.
Tumor Nonneoplastik
kista Folikel
Kista Korpus Luteum
Kista Lutein
Kista Inklusi Germinal
Kista Endometrium
Kista Stein-Leventhal
Tumor Neoplastik Jinak
Kistik
Kistoma Ovarii Simpleks
Kistadenoma Ovarii Serosum
Kistadenoma Ovarii Musinosum
Kista Endometroid
Kista Dermoid
Solid
Fibroma, Leimioma, Fibroadenoma, Papiloma, Angioma, Limfangioma.
Tumor Brenner
Tumor sisa adrenal (maskulinovo-blastoma)
Ada beberapa macam jenis kista ovarium, yaitu kista fungsional, adalah kista ovarium yang paling banyak dijumpai. Jenisnya kista folikel dan kista lutein, keduanya dapat hilang dengan sendirinya. Kista dermoid, adalah jenis kista ovarium yang dapat berasal dari jaringan ektoderm, mesoderm, bahkan endoderm, sehingga dapat berisi jaringan lemak, rambut, gigi, tulang, dan kulit. Endometrioma disebut juga kista coklat, termasuk endometriosis eksterna, yaitu adanya jaringan endometrium yang tumbuh pada ovarium. Adanya kista ini sangat mempengaruhi fertilitas seseorang. Kista multipel, biasanya terdapat pada wanita yang menstruasinya bersifat an-ovulasi, yang paling sering adalah sindroma ovarium polikistik.1,3,4

C. Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.15
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.15
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.15
Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam sonogram. Kista-kista itu sendiri bukan menjadi problem utama dan diskusi tentang penyakit tersebut diluar cakupan artikel ini.15
D. Gejala dan tandanya
Kebanyakan wanita dengan tumor ovarium tidak menimbulkan gejala dalam waktu yang lama. Gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik. Sebagian gejala dan tanda adalah akibat dari pertumbuhan, aktivitas endokrin, atau komplikasi tumor tersebut. Pada stadium awal dapat berupa gangguan haid. Jika tumor sudah menekan rektum atau kandung kemih mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih. Dapat juga terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri spontan atau nyeri pada saat bersenggama. 16
Pada stadium lanjut gejala yang terjadi berhubungan dengan adanya asites (penimbunan cairan dalam rongga perut), penyebaran ke omentum (lemak perut), dan organ-organ di dalam rongga perut lainnya seperti usus-usus dan hati. Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan, gangguan buang air besar dan buang air kecil. Penumpukan cairan bisa juga terjadi pada rongga dada akibat penyebaran penyakit ke rongga dada yang mengakibatkan penderita sangat merasa sesak napas. 16

E. Diagnosa
Apabila pada pemeriksaan ditemukan tumor di rongga perut bagian bawah dan atau di rongga panggul, maka setelah diteliti sifat-sifatnya (besarnya, lokalisasi, permukaan, konsistensi, apakah dapat digerakkan atau tidak), perlulah ditentukan jenis tumor tersebut. Pada tumor ovarium biasanya uterus dapat diraba tersendiri, terpisah dari tumor. Jika tumor ovarium terletak di garis tengah dalam rongga perut bagian bawah dan tumor itu konsistensinya kistik, perlu dipikirkan adanya adanya kehamilan atau kandung kemih penuh, sehingga pada anamnesis perlulah lebih cermat dan disertai pemeriksaan tambahan.16
Di negara-negara berkembang, karena tidak segera dioperasi tumor ovarium bisa menjadi besar, sehingga mengisi seluruh rongga perut. Dalam hal ini kadang-kadang sukar untuk menentukan apakah pembesaran perut disebabkan oleh tumor atau ascites, akan tetapi dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan teliti, kesukaran ini biasanya dapat diatasi. 16
Apabila sudah ditentukan bahwa tumor yang ditemukan ialah tumor ovarium, maka perlu diketahui apakah tumor itu bersifat neoplastik atau nonneoplastik. Tumor nonneoplastik akibat peradangan umumnya dalam anamnesis menunjukkan gejala-gejala ke arah peradangan genital, dan pada pemeriksaan tumor-tumor akibat peradangan tidak dapat digerakkan karena perlengketan. Kista nonneoplastik umumnya tidak menjadi besar, dan diantaranya pada suatu waktu biasanya menghilang sendiri. 16

F. Pemeriksaan Penunjang
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperoleh kepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantu dalam pembuatan differensial diagnosis. 16
16 Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah
1.Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah
sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk
menentukan sifat-sifat tumor itu.
2.Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor, apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
3.Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi dalam tumor.
4.Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk

G. Penanganan
Prinsip bahwa tumor ovarium neoplastik memerlukan operasi dan tumor nonneoplastik tidak, jika menghadapi tumor ovarium yang tidak memberikan gejala/keluhan pada penderita dan yang besarnya tidak melebihi 5 cm diameternya, kemungkinan besar tumor tersebut adalah kista folikel atau kista korpus luteum. Tidak jarang tumor tersebut mengalami pengecilan secara spontan dan menghilang, sehingga perlu diambil sikap untuk menunggu selama 2-3 bulan, jika selama waktu observasi dilihat peningkatan dalam pertumbuhan tumor tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kemungkinan tumor besar itu bersifat neoplastik dan dapat dipertimbangkan untuk pengobatan operatif.16
Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang mengandung tumor, akan tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi perlu dilakukan pengangkatan ovarium, biasanya disertai dengan pengangkatan tuba (salphyngoooforektomi). Jika terdapat keganasan operasi yang lebih tepat ialah histerektomi dan salphyngoooforektomi bilateral. Akan tetapi pada wanita muda yang masih ingin mendapat keturunan dan dengan tingkat keganasan tumor yang rendah, dapat dipertanggungjawabkan untuk mengambil resiko dengan melakukan operasi yang tidak seberapa radikal.16
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kista ovarium diantaranya15 :
Torsi
Ruptur
Perdarahan
Menjadi Keganansan : Potensi kistadenoma ovarium jinak menjadi ganas sudah dipostulasikan, kista dermoid dan endometriosis dapat berubah menjadi ganas, akan tetapi dalam persentase yang relative sedikit.



I. Prognosis:
William Helm, C. 2005. Dkk mengatakan :
Prognisis dari kista jinak sangat baik. Kista jinak tersebut dapat tumbuh di jaringan sisa ovarium atau di ovarium kontralateral.
Kematian disebabkan karena karsinoma ovari ganas berhubungan dengan stadium saat terdiagnosis pertama kali dan pasien dengan keganasan ini sering ditemukan sudah dalam stadium akhir.
Angka harapan hidup dalam 5 tahun rata-rata 41.6%, bervariasi antara 86.9% untuk stadium FIGO Ia dan 11.1% untuk stadium IV.
Tumor sel granuloma memiliki angka bertahan hidup 82% sedangakan karsinoma sel skuamosa yang berasal dari kista dermoid berkaitan dengan prognosis yang buruk.
Sebagian besar tumor sel germinal yang terdiagnosis pada stadium awal memiliki prognosis yang sangat baik. Disgerminoma dengan stadium lanjut berkaitan dengan prognosis yang lebih baik dibandingkan germinal sel tumor nondisgerminoma.
Tumor yang lebih tidak agresif dengan potensi keganasan yang rendah mempunyai sifat yang lebih jinak tetapi tetap berhubungan dengan angka kematian yang tinggi. Secara keseluruhan angka bertahan hidup selama 5 tahun adalah 86.2%

DAFTAR PUSTAKA

1. Marret H. Doppler ultrasonography in the diagnosis of ovarian cyst:
indication, pertinence and diagnosis criteria. J Gynecol Obstet Biol Reprod
(Paris). 2001;30:20-33.

2. Disorders of the ovary: early diagnosis can lead to succesful treatment.
Future medicine.
http://12.31.13.50/healthnews/MedicineontheHorizon/moth052003.htm.

3. Arthur CF. Sonographic assesment of the morphology and vascularity of
ovarian masses.

4. Robin E. Transvaginal ultrasound-guided ovarian cyst aspiration.
http://cumc.columbia.edu/news/journal/journal
o/archives/jour_v14n2_0008.html.

5. Laurvick CL, Semmens JB. Ovarian cancer in Western Australia, 1982-98:
A population-based review of the rends and outcomes. Proceedings
Simposium on Health Data Linkage, ( cited 2003 December 10 ).
Available at http://www.publichealth.gov.au

6. Howe HL. Epidemiology of Ovarian Cancer in Illinois 1988-1991. ( cited
2003 December 10 ). Available at http://www.idph.state.il.us

7. Pascual MA, Hereter L, Tresserra F, et al. Transvaginal sonographic
appearance of functional ovarian cyst. Human Reprod.1997;12:1246-9.

8. Boriboonhirunsarn D, Sermboon A. Accuracy of frozen section in the
diagnosis of malignant ovarian tumor. J. Obstet.Gynaecol.Res. 2004; 30:
394-399.

9. Poppy Kumala, dr., Kamus Saku Kedokteran Dorland, EGC, Jakarta, 1998

10. Anonim Republika.co.id

11 Anonim Cybermed.cbn.net.id

12. Rich WM. Ovarian cancer. 2004, Oktober;
http://www.gyncancer.com/ovarian-cancer.html.

13. American cancer society. Ovarian cancer.2004, Desember;
http://www.nlm.nih. Gov/medlineplus/ovarian-cancer.html.

14. Nasdaldy. Bom waktu kanker ovarium. 2004, Agustus; http://www.
majalahfarmacia.com.

15 William Helm, C. Ovarian Cysts. 2005 American College of Obstetricians
and Gynecologists ( cited 2005 September 16 ). Available at
http://emedicine.com

16 Sutoto, M.S.J. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital, Ilmu Kandungan,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1994, p : 346-365.

17 . Anonim. Ovarian Cancer in Ohio, 1999. The Ohio Cancer Incidence
Surveillance System. ( cited 2003 December 10 ). Available at
http://www.iodh.state.oh.us

18 . Santoso JT, Coleman RL. Handbook of Gyn oncology. McGraw Hill,
2001

19 . Henderson J, Seagroatt, Goldacre M. Ovarian cancer and ABO groups.
JECM 1993 vol 47,287-289

20. Mahdy NH, Fattah MA, Ghanem H. Ovarian Cancer in Alexandria from
1988 to 1997: trends and survival. Eastern Mediterranean Health 1999.vol 5, no 4 p:727-739 

Endometriosis


Endometriosis

Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologik yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli dinegara-negara maju maupun dinegara berkembang, telah banyak penelitian yang dilakukan terhadap endometriosis, namun hingga kini penyebab dan patogenesisnya belum diketahui juga secara pasti. Namun dalam satu hal para ahli sepakat, bahwa pertumbuhan endometriosis sangat dipengaruhi oleh hormon steroid, terutama estrogen. Sebagian ahli sepakat bahwa nyeri pelvik, nyeri haid ataupun infertilitas erat kaitannya dengan endometriosis. Pada infertilitas primer kejadianya sebesar 25%, sedangkan pada infertilitas sekunder kejadianya sebanyak 15%. Pada wanita yang infertilitas yang disertai dengan nyeri pelvik, nyeri haid, dijumpai endometriosis sebanyak 80% 1.

Hampir setiap dokter pernah mendengar tentang Endometriosis, namun masih banyak dokter yang belum mengetahui secara pasti apakah sebenarnya endometriosis itu, oleh karena endometriosis sampai saat ini masih merupakan suatu hal yang misterius baik dari aspek teori, klinik, dan pengobatannya 8.
Menurut Badziad dan Jacob, banyak para ahli membicarakan tentang endometriosis, namun masih banyak yang masih belum mengetahui secara pasti apakah sebenarnya endometriosis itu 7.
Diagnosis pada Endometriosis pada umumnya sulit ditentukan bila hanya didasarkan pada riwayat penyakit atau gejalanya saja. Disamping itu juga belum ada satupun uji laboratorik yang dapat menetapkan diagnosis Endometriosis secara pasti 7.
Endometriosis dapat merusak organ dalam dan organ genitalia interna, sebagai akibat dari proliferasi progestif endometrium ektopik. Dan untuk mengatasi masalah ini telah banyak cara pengobatan yang telah dilakukan, namun sampai saat ini masih saja merupakan kontroversi. Beberapa penulis mengatakan bahwa pengobatan operatif lebih baik dari pada pengobatan medisional maupun pengobatan dengan obat hormonal, atau sebaliknya 8. Namun di dalam suatu hal para ahli percaya bahwa endometriosis didalam pertumbuhannya dipicu oleh hormon estrogen, sehingga di dalam pengobatannya pun selalu diberikan hormon anti estrogen. Banyak juga para ahli yang mempunyai pendapat lain yaitu pengobatan hormonal dengan pembedahan lebih baik lagi, terutama dalam hal peningkatan angka kehamilan. Bahkan ada yang berpendapat bahwa endometriosis minimal dan ringan tidak perlu diberikan apapun, oleh karena akan hilang dengan sendirinya 2.
Penyebab infertilitas endometriosis adalah multifaktorial, disebabkan: gangguan ovulasi, konsepsi, nidasi dan gangguan tumbuh kembang. Hal ini didukung dari data-data yang ada bahwa infertilitas pada endometriosis tidak tergantung dari stadium endometriosis. Data menunjukkan bahwa pada stadium ringan bisa terjadi infertilitas dan pada stadium lanjut dapat terjadi kehamilan 5.

A.Epidemiologi
Endometriosis paling sering terjadi pada usia reproduksi. Insidensi yang pasti belum diketahui, namun prevalensinya pada kelompok tertentu cukup tinggi. Misalnya, pada wanita yang dilakukan laparaskopi diagnostik, ditemukan endometriosis sebanyak 0-53%; pada kelompok wanita dengan infertilitas yang belum diketahui penyebabnya ditemukan endometriosis sebanyak 70-80%; sedangkan pada wanita dengan infertilitas sekunder ditemukan endometriosis sebanyak 25%. Diperkirakan prevalensi endometriosis akan terus meningkat dari tahun ketahun. Meskipun endometriosis dikatakan penyakit wanita usia reproduksi, namun telah ditemukan pula endometriosis pada usia remaja dan pasca menopause. Oleh karena itu, untuk setiap nyeri haid baik pada usia remaja, maupun pada usia menopause perlu dipikirkan adanya endometriosis 1.
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15% dapat ditemukan di semua operasi pelvik. Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang negro, dan lebih sering didapatkan pada wanita-wanita yang berasal dari golongan sosio-ekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian adalah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak kawin pada umur muda, dan yang tidak mempunyai banyak anak. Ternyata fungsi ovarium secara siklis yang terus menerus tanpa diselingi kehamilan, memegang peranan penting di dalam terjadinya endometriosis 2.
Angka kejadian endometriosis yang terjadi pada infertilitas menurut Ali Badziad, 1992, adalah sebesar antara 20-60 %. Pada infertilitas primer angka kejadian endometriosis yang terjadi sebesar 25%, sedangkan pada infertilitas sekunder angka kejadiannya sebesar 15%. Sedangkan angka kejadian endometriosis yang dilaporkan oleh Speroff adalah 3-10% terjadi pada wanita usia produktif, dan antara 25-35 terjadi pada wanita infertil. Sedangkan di Indonesia endometriosis ditemukan kurang lebih 30% pada wanita infertil. Menurut William dan Pratt kejadian Endometriosis pada seluruh laparatomi dari berbagai indikasi ditemukan sebesar 11,87% 7.

A.Definisi
Endometriosis adalah jaringan ektopik (tidak pada permukaan dalam uterus) yang memiliki susunan histologik/kelenjar, stroma endometrium, atau kedua-duanya dengan atau tanpa makrofag yang termuati hemosiderin dan fungsinya mirip dengan endometrium karena berhubungan dengan haid dan bersifat jinak, tetapi dapat menyebar ke organ-organ dan susunan lainnya 5.
Endometriosis merupakan suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat diluar endometrium kavum uteri, baik itu kelenjar maupun stromanya. Sebagian besar susunan endometriosis terdapat dipelvis yaitu ovarium, peritoneum, ligamentum utero sakral, kavum douglasi dan septum rekto vaginal 4,9.
Lokasi yang paling sering adalah para organ dalam pelvik dan peritoneum. Dimana endometriosis dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron yang secara periodik mengalami perdarahan dan jaringan sekitarnya mengalami inflamasi dan pelekatan. Endometriosis sering ditemukan pada wanita usia produktif, namun terdapat juga pada remaja dan wanita pasca menopause yang mendapat terapi hormonal 6.
Menurut Moeloek; 1992, endometriosis merupakan jaringan endometrium yang terdapat diluar cavum uteri, bersifat jinak, dan infiltratif terhadap jaringan sekitarnya, dan dipengaruhi oleh hormon ovarium. Pada endometriosis jaringan endometrium dapat ditemukan di luar cavum uteri dan diluar miometrium, menurut urutan yang paling tersering endometriosis dapat ditemukan pada tempat-tempat sebagai berikut:
1.Ovarium.
2.Peritonium dan ligamentum sakrouterium, cavum Douglasi; dinding belakang uterus, tuba falopii, plika vesiko uterina, lidamentum rotundum, dan sigmoid.
3.Septo retro vaginal.
4.Kanalis inguinalis.
5.Appendiks.
6.Umbilikus.
7.Serviks uteri, vagina, kandung kencing, vulva, perineum.
8.Parut laparotomi.
9.Kelenjar limfe, dan
10.Walaupun sangat jarang, endometriosis dapat ditemukan di lengan, paha, pleura, dan perikardium 8.

B.Etiologi
Sampai saat ini belum ada yang dapat memastikan penyebab endometriosis. Secara umum, endometriosis adalah munculnya jaringan endometrium pada tempat-tempat diluar habitatnya, dikavum uteri. Sayangnya penyakit yang kerap hinggap pada wanita infertil belum jelas sebab musababnya. Para ahli masih mengemukakan beberapa postulat, mulai dari yang sederhana hingga yang komplek sebagai berikut; jaringan endometrium bermigrasi dari uterus hingga ketuba uterina. Namun teori ini terbantahkan lantaran tidak bisa menjelaskan kejadian yang muncul paska hosterektomiatau pada tuba yang diikat. Teori lain mengatakan, abnormalitas pada sistem imun membuat sel endometrium mampu melekat pada jaringan selain diuterus dan berkembang pesat. Ada pula yang mengungkapkan akibat inflamasi yang berulangpun diprediksikan membuat jaringan-jaringan abdomen akhirnya berubah menjadi jaringan endometrium (sangat spekulatif). Pendapat lain mengatakan jaringan endometrium menyebar dari uterus menuju rongga abdomen menuju kesistem limfe atau aliran darah dan muncul kecurigaan genetis. Penderita endometriosis akut 61% berasal dari ibu atau sepupunya yang juga mengalami hal yang serupa. Hanya 23% yang berasal dari keluaga biasa-biasa saja 12.
Ada beberapa teori yang menerangkan terjadinya endometriosis, seperti ;
1.Teori implantasi, yaitu implantasi sel endometrium akibat regurgitasi trans tuba pada saat menstruasi.
2.Teori metaplasi, yaitu metaplasi sel multipotensial menjadi endometrium, namun teori ini tidak didukung bukti klinis maupun eksperimen.
3.Teori induksi, yaitu kelanjutan dari teori metaplasi, dimana faktor biokimia endogen menginduksi perkembangan sel peritonal yang tidak berdiferensiasi menjadi jaringan endometrium 6.
Selain itu masih ada teori-teori lain dari para ahli yang menerangkan tentang etiologi endometriosis tetapi masih belum dapat menerangkan tentang etiologi endometriosis tetapi masih belum dapat menerangkan kejadian endometriosis secara memuaskan, antara lain teori-teori tersebut, antara lain adalah:
1. Teori Implantasi dan Regurgitasi Sampson
Teori ini mengemukakan bahwa regurgitasi darah dan partikel endometrium melalui tuba pada saat haid dapat berimplantasi dan tumbuh di mana saja. Teori ini disokong oleh adanya regurgitasi darah haid melalui tuba, percobaan kemampuan endometrium untuk tumbuh, dan seringnya endometriosis didapat pada wanita dengan bendungan darah haid pada kelainan alat genital. Teori ini tidak dapat menerangkan kejadian endometriosis diluar pelvik, misalnya endometriosis di paru, umbilikus, pleura, dan tempat lain. teori ini pernah dibantah oleh Rosenfeld dan Lecher dengan alasan mereka pernah menemukan adnaya endometriosis pada para penderita yang mengidap sindroma Rokitansky-Kuster-Hauster. Greenbalt dan Dipahioglu (1976) pernah pula mencatat adanya berbagai perubahan yang menyerupai desidua pada serosa apendiks wanita hamil, dan pada permukaan ovarium setelah pemberian gonadtropin.
2. Teori Metaplasia Meyer
Teori ini mengemukakan bahwa timbulnya endometriosis sebagai akibat perubahan abnormal sel yang berasal dari epitel, “coelom” pada tingkat embrional. Hal ini meliputi priteoneum, pelvik, epitel germinal ovarium dan seluruh sistem mulleri (tuba, uterus, dan bagian proksimal vagina), yang oleh suatu sebab, seperti radang atau pengaruh hormon akan bermetaplasi dengan akibat epitel “coelom” berubah menjadi endometrium.
Teori ini dapat menerangkan kejadian endometriosis yang dekat, termasuk endometriosis diseptum rekto-vaginal dan bagian-bagiannya, tetapi tidak mampu menerangkan kejadian endometriosis diumbilikalis dan ditempat lain yang jauh letaknya.
3. Teori Genitoblas De Snoo
Teori ini mengemukakan bahwa sel genitoblas mempunyai potensi untuk berubah menjadi jaringan lain diantaranya menjadi endometrium.
4. Teori Penyebaran Secara Limfogen (Halban)
Teori ini menerangkan bahwa pertumbuhan metastastik yang berasal dari endometrium dapat menuju ke suatu tempat melalui sistem limfe. Hal ini dapat menerangkan adanya endometriosis di tempat yang letaknya jauh dari pelvik. Novak menyangkal adanya teori ini, karena belum ada publikasi klinik mengenai adanya endometriosis di kelenjar limfe panggul, meskipun secara kebetulan pernah ditemukan adanya adenokantoma di kelenjar limfe.
5. Teori Penyebaran Secara Hematogen.
Teori ini menerangkan adanya endometriosis di berbagai tempat yang terletak jauh dan sukar diterangkan oleh teori yang lain.
6. Teori Iatrogenik
Teori ini mengemukakan bahwa endometriosis dapat terjadi akibat tindakan dokter seperti operasi, kuretasi, atau pada pemeriksaan bimanual terutama pada saat haid. Sewaktu tindakan kuretase endometriosis dapat masuk ke vena-vena sehingga terjadi emboli yang dapat mencapai paru-paru, dan apabila ada kelainan sirkulasi emboli tersebut akan dapat mencapai daerah lain dan tumbuh menjadi endometriosis.

C. Klasifikasi Endometriosis
Menurut topografinya endometriosis dapat digolongkan, yaitu sebagai berikut :
1. Pembagian Atas 2 Golongan
a)Endometriosis Interna
Endometriosis didalam miometrium, lazim disebut dengan adenomiosis.
b)Endometriosis Eksterna
Endometriosis di luar uterus, lazim disebut dengan “true endometriosis”
2. Pembagian Atas 3 Golongan
a)Endometriosis Genetalia Interna
i.Letaknya di dalam uterus dan disebut adenomiosis
ii.Letaknya didalam tuba seperti adenomiosis ismika nodosa, hematosalping.
b)Endometriosis Eksterna
Letaknya di dinding belakang uterus, dibagian luar tuba dan di ovarium.
c)Endometriosis Eksterna Genitalis
Letaknya di pelvio-peritonium dan di cavum Douglasi, rekto-sigmoid, kandung kencing, umbilikus sampai pada kulit dan paru paru-paru.
Kelainan endometriosis paling sering ditemukan atau di jumpai di ovarium, ligamenta uterus (rotundum, sakrouterina, dan lantum), septum rekto-vaginal, peritoneum pelvis yang meliputi uterus, tuba, rektum, sigmoid, dan kandung kencing, yang semuanya ini disebut endometriosis pelvis 8.
Sedangkan menurut Acosta klasifikasi endometriosis dapat dibagi-bagi menurut berat ringan endometriosis, yaitu antara lain :
1.Ringan
Yaitu endometriosis yang menyebar tanpa perlekatan pada anterior atau posterium cavum douglasi, peritonium pelvik, atau permukaan ovarium.
2.Sedang
a.Endometriosis pada satu atau dua ovarium dengan parut dan retraksi atau endometrium kecil.
b.Perlekatan minimal sekitar ovarium dengan ovarium yang mengalami endometriosis.
c.Endometriosis pada anterior atau posterior cavum Douglasi dengan parut dan retraksi tanpa menyerang sigmoid.
3.Berat
a.Endometriosis pada satu atau dua ovarium dengan ukuran lebih dari 2 x 2 cm2.
b.Perlekatan satu atau dua ovarium, tuba, atau cavum Douglasi karena endometriosis.
c.Keterlibatan usus dan traktus urinarius yang nyata.

Selain itu ada pula klasifikasi lain yang dibuat oleh Acosta dkk yang kemudian dimodifikasi oleh Hammond dan Hanney. Klasifikasi ini lebih mudah, sederhana, cukup lengkap, dan spesifik (lihat tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi derajat endometriosis menurut Acosta dkk yang dimodifikasi oleh Hammond dan Hanney.
Ringan
Sedang
Berat
Apabila bintik-bintik en dometriosis yang terse-bar tanpa menghinggapi uterus, tuba atau ova-rium; tidak ada jaringan parut atau ada bintik-bintik endometriosis pa-da permukaan ovarium yang sangat ringan se-kali; atau tidak tampak bintik-bintik endome-triosis, akan tetapi rigai pada proses endometri-osis
Apabila satu atau kedua ovarium dihinggapi oleh proses endometriosis; atau ada endometrioma dengan ukuran kurang dari 2 cm; atau ada perlekatan perituba atau peri ovarium ringan; atau proses menyebar membuat jaringan parut pada organ lain
Apabila endometrioma lebih dari 2 cm; atau ada perlekatan tuba, dan ovarium cukup lu-as; atau ada okulasi tu-ba; atau ada kerusakan parah pada cavum Do-uglasi, ligamentum sa-krouterina dan atau u-sus, serta kandung ken-cing ikut dihinggapi proses endometriosis

Ada pula klasifikasi yang terbaru dan yang sering dipakai pada saat ini, yaitu teori tentang endometriosis yang dibuat oleh “The American Fertility Society” (AFS), dimana endometriosis dapat dibagi-bagi menjadi empat kelompok, yaitu antara lain sebagai berikut :
1.Stadium I (minimal) : 1 – 5
2.Stadium II (ringan) : 6 – 15
3.Stadium III (sedang) : 16 – 40
4.Stadium IV (berat) : > 40
Penentuan klasifikasi endometriosis merupakan syarat mutlak untuk membandingkan berbagai hasil dalam pengobatan kelainan ini. Tanpa adanya sistem klasifikasi yang baik, efektivitas pengobatan sulit ditentukan. Sayangnya, meskipun telah berbagai ragam klasifikasi diajukan, namun belum ada yang dapat digunakan secara universal 8.

D. Patofisiologi
Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak penganutnya adalah teori Sampson. Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid didapati sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel endometrium yang masih hidup ini kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis 2.
Teori lain mengenai histogenesis endometriosis dilontarkan oleh Robert Meyer. Pada teori dikemukakan bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel yang berasal dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya di dalam pelvis. Rangsangan ini akan menyebabkan metaplasi dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk jaringan endometrium. Teori dari Robert Meyer ini semakin banyak penantangnya. Disamping itu masih terbuka kemungkinan timbulnya endometriosis dengan jalan penyebaran melalui jalan darah atau limfe, dan dengan implantasi langsung dari endometrium pada saat operasi.
Gambaran mikroskopik dari endometriosis sangat variabel. Lokasi yang sering terdapat ialah pada ovarium, dan pada biasanya disini didapati pada kedua ovarium. Pada ovarium tampak kista-kista biru kecil sampai kista besar (kadang-kadang sebesar tinju) berisi darah tua menyerupai coklat (kista coklat atau endometrioma).
Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista, dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat kadang-kadang mengalir dalam jumlah banyak kedalam rongga peritonium karena robekan dinding kista, dan menyebabkan abdomen. Tuba pada endometriosis biasanya normal. Pada salah satu atau kedua ligamentum sakrouterium, pada cavum douglasi, dan pada permukaan uterus sebelah belakang dapat ditemukan satu atau beberapa bintik sampai benjolan kecil yang berwarna kebiru-biruan. Juga pada permukaan sigmoid atau rektum seingkali ditemukan benjolan yang berwarna kebiru-biruan ini. Sebagai akibat dari timbulnya perdarahan pada waktu haid dari jaringan endometriosis, mudah sekali timbul perlekatan antara alat-alat disekitar cavum Douglasi itu.
Pada pemeriksaan mikroskopi ditemukan ciri-ciri khas bagi endometriosis, yakni kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium, dan perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen hemosiderin, dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin. Disekitarnya tampak sel-sel radang dan jaringan ikut sebagai reaksi dari jaringan normal disekelilingnya (jaringan endometrium). Jaringan endometriosis seperti juga jaringan endometrium didalam uterus, dapat dipengaruhi oleh hormon progensteron dan estrogen. Akan tetapi besarnya pengaruh tidak selalu sama, dan tergantun dari beberapa faktor, antara lain dari komposisi endometriosis yang bersangkutan (apakah jaringan kelenjar atau stroma yang lebih banyak), dari reaksi jaringan normal disekitarnya, dan sebagainya. Sebagai akibat dari pengaruh hormon-hormon tersebut, sebagian besar sarang-sarang endometriosis berdarah secara periodik. Dan perdarahan yang periodik ini menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya berupa radang dan perlekatan.

E. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang sering ditemukan pada endometriosis antara lain sebagai berikut :
a.Nyeri perut bagian bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada saat dan selama haid (dismenorea).
b.Dispareunia
c.Nyeri pada waktu defekasi, khususnya pada waktu haid.
d.Poli-dan hipermenorea
e.Infertilitas
Dismenorea pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri pada waktu haid yang semakin lama semakin meningkat. Sebab dari dismenorea ini tidak diketahui sebabnya, tetapi mungkin ada hubungannya dengan vaskularisari dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid.
Dispareunia merupakan gejala yang sering dijumpai, disebabkan oleh karena adanya endometriosis pada cavum Douglasi. Defekasi yang sukar dan sakit terutama pada masa haid, disebabkan oleh adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid. Kadang-kadang bisa terjadi stenosis dari lumen usus besar tersebut.
Namun bisa juga bersifat asimptomatik. Kecurigaan dapat bertambah bila timbul dismenore padahal biasanya selama beberapa tahun menstruasi tidak disertai nyeri. Bisa terjadi gejala lokal akibat keterlibatan rektum, ureter, atau kandung kemih. Derajat nyeri tidak berhubungan dengan tingkat keparahan dari endometriosis. Mekanisme yang mungkin adalah inflamasi peritoneum lokal, infiltrasi dalam dengan kerusakan jaringan, perlekatan, penebalan, dan pengumpulan darah menstruasi pada jaringan endometrium, yang menyebabkan nyeri pada peregangan dalam menggerakkan fisiologis jaringan 6.
Gejala-gejala endometriosis datangnya berkala dan bervariasi sesuai datangnya masa haid tetapi bisa juga menetap. Banyak pasien menderita endometriosis tidak bergejala, dan terdapat sedikit korelasi antara hebatnya gejala dengan beratnya penyakit 10.
Gejala dan tanda dari endometriosis sangat bervariasi, penderita dengan kelainan yang luas mungkin tanpa gejala, sedangkan lesi yang minimal mungkin juga menimbulkan keluhan yang berat. Sehingga besarnya lesi tidak ada hubungannya dengan berat ringannya gejala, yang penting adalah letak kelainan dan kepekaan untuk dipengaruhi oleh hormon. Perdarahan lewat anus dengan atau tanpa rasa sakit pada saat buang air besar atau kencing bercampur darah merupakan tanda-tanda endometriosis pada rektosigmoid atau kandung kencing 8.
Dismenore pada endometriosis dirasakan oleh pasien beberapa hari sebelum haid tiba, bertambah intensitasnya atau menetap selama haid dan kadang-kadang terus menerus selama beberapa hari diluar haid. Dismenore ini disebabkan oleh adanya darah atau deskuamasi jaringan endometrium dirongga pelvis.
Kemungkinan lain disebabkan hormon prostaglandin yang dibentuk berlebihan oleh jaringan endometriosis. Keluhan dismenore dapat terjadi pada 25-80% pasien yang mengidap endometriosis.
Hubungan antara endometriosis dengan infertilitas tetap merupakan suatu kontroversial. Berdasarkan penelitian retrospektif dan cross sectional, didapatkan subfertilitas jika endometriosis yang terjadi cukup parah. Resiko aborsi spontan meningkat sebesar 40% dibandingkan orang normal (15 – 25%).
Menurut Kistner terdapat hubungan yang jelas antara endometriosis dan infertilitias. Dimana kejadian infertilitas yang disebabkan oleh endometriosis berkisar antara 30-40 %. Penyebab terjadinya infertilitas pada endometriosis masih belum diketahui secara jelas. Menurut Kistner ada hubungan antara endometriosis dan motilitas tuba serta ovarium. Apabila hubungan ini tidak adekuat akibat fibrosis dan jaringan parut karena sekuele maka endometriosis merupakan penyebab infertilitas.
Endometriosis dapat menyebabkan infertilitas melalui beberapa mekanisme, yaitu :
1.Produksi prostaglandin sehingga mempengaruhi motilitas tuba atau folikulogenesis dan fungsi korpus luteum. Pada pasien dengan endometriosis didapatkan peningkatan cairan peritonium dan peningkatan konsentrasi tromboxan B2 dan 6-keto-prostaglandin, N-keto-13, 14-dihydroprostaglandin.
2.Melalui makrofag peritonium, ditemukan peningkatan aktifitas makrofag yang akan memfagosist sperma. Disamping itu makrofag memproduksi interleukin-1 yang bersifat toksik terhadap embrio tikus. Selain itu makrofag menyebabkan reaksi radang.
3.Endometriosis sebagai salahsatu faktor yang menyebabkan kelainan petumbuhan foliker, disfungsi ovarium dan kegagalan perkembangan embrio Luteinized unruptured follicle syndrome adalah keadaan dimana oosit tidak dapat dilepaskan pada saat folikel pecah yang menyebabkan infertilitas.
Selain hal tersebut diatas endometriosis dapat menyebabkan perlekatan genetalia interna sehingga menyebabkan okulasi tuba 5.
Soules dkk, menemukan 17 % pasien endometriosis dengan siklus haid yang tidak berovulasi. Riva, Moeloek, dan Jacob menemukan beberapa perubahan struktur organ genetalia interna, yaitu antara lain :
a.Di ovarium terjadi degenerasi dan kelemahan folikek untuk membentuk ovum matang. Perlekatan mengakibatkan ovum terjebak didalam jala-jala perlekatan.
b.Dituba terjadi pendekatan fimbriae atau perisalping, distorsi, aklusi sebagian atau seluruh lumen tuba dengan akibat transfortasi ovum terhambat.
c.Terejadi perubahan cairan interaperitoneal yang akan menghalagi perjalanan ovum menuju tuba. Ovum akan terjerat didalam daerah lembab atau perdarahan dan akan berdegenerasi sebelum dibuahi.
d.Pada uterus akan terjadi retroposisis karena obliterasi “cul-desac”, prolaps atau perlekatan ovarium, dan serviks akan lebih kedepan sehingga inseminasi terhambat.

F. Diagnosis
Bila berdasarkan riwayat penyakit, gejala, dan tanda-tanda serta pemeriksaan bimanual saja, diagnosis endometriosis sukar dibuat. Hal ini disebabkan karena endometriosis sering menyerupai penyakit lain seperti dismenorea primer, radang pelvis, perlekatan pelvis, uterus miomatus, sindroma kongesti pelvis, salfingitis ismika nodosa, penyakit gastro intestinal, penyakit traktus urinarius dan neoplasma.
Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesa dan pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan laparaskopi. Kuldoskopi kurang bermanfaat terutama jika cavum Douglasi ikut serta dalam endometriosis. Pada endometriosis yang ditemukan pada lokasi seperti forniks vaginae post perineum, parut laparatomi, dan sebagainya, biopsis dapat memberi kepastian mengenai diagnosis.
Untuk membuat diagnosis yang akurat diperlukan pemeriksaan langsung ke dalam rongga abdomen (endoskopi), laparoskopi. Moeloek, 1983, mengemukakan bahwa pemeriksaan laparaskopi memungkinkan untuk menghindari diagnosis yang salah dan dapat digunakan sebagai evaluasi pengobatan. Pemeriksaan laparaskopi diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis diferensial seperti radang pelvis, keganasan didaerahh pelvis. Cohen pernah melakukan laparoskopi pada 1380 penderita dan mendapatkan diantaranya 320 (23%) penderita dengan endometriosis, 240 penderita diantaranya menderita endometriosis derajat ringan tanpa gejala. Corson dan Garcia, dkk dalam kesempatan yang berbeda, memastikan diagnosis endometriosis dengan laparoskopi yaitu sebesar 61% dan 77% dari penderita yang dicurigai dengan pemeriksaan dalam, ternyata dengan laparoskopi kekeliruan diagnosisnya adalah 54%. Sedangkan terhadap penderita yang dicurigai adanya endometriosis, kesesuaian diagnosis dengan pemeriksaan laparoskopi adalah 70,8%. Pemeriksaan laparoskopi yang paling baik dikerjakan, yaitu pada siklus haid hari ke-15 sampai dengan hari ke 21 dari siklus yang teratur, atau setiap saat pada pasien dengan siklus haid yang tidak teratur.
Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberi tanda yang khas, hanya apabila ada darah dalam tinja atau air kencing pada waktu haid, dapat menjadi petunjuk tentang adanya endometriosis pada rektosigmoid atau pada kandung kencing. Sigmoidoskopi dan sitoskopi dapat memperlihatkan tempat perdarahan pada waktu haid.
Differensial diagnosis
Adenomiosis uteri, radang pelvis dengan tumor adneksa dapat menimbulkan kesukaran dalam mendiagnosis. Kombinasi adenomiosis uteri atau mioma uteri dengan endometriosis, kista ovarium, karsinoma 2.

G. Penatalaksanaan
Pengobatan pada endometriosis pada dasarnya hanyalah untuk mengurangi atau menghilangkan dampak klinik yang ada, hanya secara simptomatis. Pada dasarnya ada tiga macam pengobatan endometriosis. Pembedahan yang bertujuan menghilangkan atau mengurangi jaringan endometriosis yang tampak/ terdiagnosis. Kedua adalah medikamentosa dengan obat anti estrogen, karena diyakini bahwa pertumbuhan jaringan endomertriosis ini dipacu oleh hormon estrogen. Pada umumnya pengobatan mediksamentosa ini tidak bisa berdiri sendiri. Ketiga adalah kombinasi dari keduanaya, pembedahan dan medikamentosa; pengobatan kombinasi ini merupoakan pengobatan yang paling sering dilakukan.
Pengobatan yang bersifat simptomatis inilah yang menyebabkan endometriosis mempunyai angka kekambuhan yang tinggi. Pengobatan endometriosis belum bias tuntas menghilangkan penyebabnya, ditambah lagi belum tentu jaringan atau sel endometriosis dapat diketahui keberadaan secara visual 11.
1. Pengobatan bedah
Untuk pengobatan endometriosis saja tanpa memikirkan masalah fertilitas tindakan pembedahan dengan melakukan histerektomi totalis dan salfingooforektomi bilateralis, merupakan pengobatan pilihan. Pengobatan bedah dengan mempertahankan fungsi reproduksi terhadap kelainan ini disebut pengobatan bedah konservatif. Pengobatan bedah konservatif ini, termasuk tindakan eksisi atau fulgarisi jaringan endometriosis, reseksi organ pelvis yang terserang dengan mempertahankan uterus dan minimal satu tuba dan ovarium untuk reproduksi.
Betts dan Buttram mengumpulkan hasil pengobatan bedah konservatif sejak tahun 1929 sampai tahun 1959 tanpa melihat klasifikasinya. Hasil tingkat kehamilan yang didapat bervariasi yaitu antara 12,6 % - 94,4 %. Dengan menggunakan klasifikasi Acosta dkk, mereka mendapatkan tingkat kehamilan yang berbeda-beda dari hasil operasi konservatif sejak tahun 1973-1979. Hasil tingkat kehamilannya pada derajat ringan antara 66-75 %, dan pada derajat berat antara 0-45 %. Ternyata walaupun menggunakan klasifikasi yang sama, hasil kehamilan pada penderita endometriosis yang diobati dengan bedah konservatif masih bervariasi 3.
Mengenai kambuhnya penyakit pada pasca bedah konservatif, Scheken dan Malinak menyebutkan 24 % kambuh kembali atau tetap infertil, dan 40,6 % diantaranya memerlukan operasi ulang. Setelah operasi yang kedua tingkat kehamilannya 12 %.
2. Pengobatan Hormonal
a. Dasar Pengobatan
Berdasarkan teori bahwa endometriosis adalah endometrium ektopik, dan dipengaruhi oleh siklus hormon endogen seperti halnya endometrium normal, maka penyakit ini dapat diobati tanpa tindakan bedah. Pengobatan ini akan mempengaruhi endometriosis sesuai dengan regresi endometrium normal selama supresi ovarium, baik oleh kehamilan ataupun keadaan menopause. Sebagai dasar pengobatan hormonal endometriosis, seperti jaringan endometrium yang normal, dikontrol oleh hormon-hormon steroid. Hal ini didukung oleh data klinik maupun laboratorium.
Data klinik tersebut adalah:
1.Endometriosis sangat jarang timbul sebelum menarche.
2.Menopause, baik alami maupun pembedahan, biasanya menyebab-kan kesembuhan.
3.Sangat jarang sekali terjadi kasus endometriosis baru setelah menopause kecuali ada pemberian estrogen eksogen.
Data laboratorium menunjukkan bahwa jaringan endometriosis pada umumnya mengandung resptor estrogen, progesteron, dan androgen. Pada percobaan yang dilakukan pada tikus dan kelinci, estrogen merangsang pertumbuhan jaringan endometriosis, androgen menyebabkan atropi, sedangkan pengaruh progesteron kontroversial, namun progesteron sendiri mungkin merangsang pertumbuhan endometriosis, namun progesteron sintetik yang umumnya mempunyai efek androgen tampaknya menghambat pertumbuhan endometriosis 3.
Atas dasar tersebut diatas, prinsip pertama pengobatan hormonal endometriosis adalah menciptakan lingkungan hormon rendah estrogen dan asiklik Kadar estrogen yang rendah menyebabkan atropi jaringan endometriosis. Keadaan yang siklik mencegah terjadinya haid, yang berarti tidak terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal maupun jaringan endometriosis 3.
Prinsip kedua adalah menciptakan lingkungan hormon tinggi androgen atau tinggi progesteron (progesteron sintetik) yang secara langsung menyebabkan atropi pada jaringan endometriosis 3.
b. Pengobatan estrogen
Dengan pemberian estrogen dosis besar terus menerus akan menekan ovulasi sehingga daerah endometrium menjadi lunak, timbul hiperplasi dalam sarang endometriosis dan akhirnya jaringan endometriosis terlepas. Pada penelitian terdahulu dilaporkan bahwa pengobatan ini memberi hasil yang baik terhadap gejala endometriosis, namun setelah pemberian jangka lama efek yang timbul tidak sebaik yang diduga 3.
Laporan lain menyatakan terjadinya hiperplasi adenomatus dan kistik, serta perdarahan yang berakibat kematian. Beberapa efek samping lain yang serius adalah edema perifer, nausea, mastodinia, perdarahan lewat vagina yang hebat, tromboflebitis, sehingga pengobatan endometriosis dengan cara ini tidak disukai lagi 3,11.
c. Pengobatan progesteron.
Progesteron atau progestin adalah nama umum semua senyawa progesteron sintetik. Progesteron dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu : (i) Pregnan; (ii) Estran; (iii) Gonan
Tabel 2. Kelompok progesteron
Progesteron
Estrogenik
Progestonik
Androgenik
1.Pregnan



MPA (provera)
-
++
-
Didrogesteron (duphaston)
-
++
-
2.Estran



Linestrenol (endometril
+
++
+
Norelisteron (primolut N)
-
++
+
3.Gonan :



Norgestrel
-
+++
++
Desogestrel
-
+++
- (?)

Mekanisme progesteron adalah pada poros hipofisis ovarium, dengan cara menekan pelepasan gonadotropin dan steroidogenesis ovarium, dengan akibat atropi endometrium. Komplikasi yang dikhawatirkan pada pengobatan ini adalah abdomen akut sebagai akibat pecahnya jaringan endometriosis sehingga terjadi hemoperitoneum.
Pemberian progesteron yang terus menerus dapat mengakibatkan kadar estrogen yang rendah sekali dengan akibat sering terjadi “breakthrough bleeding” sehingga diperlukan pemberian preparat estrogen dosis rendah.
Keberhasilan terapi sulit untuk dinyatakan, sebab tidak semua laporan para penelitia menyebutkan ciri-ciri subyek yang diteliti, misalnya : berat ringannya endometriosisnya, dan adanya faktor penyebab infertilitas lainnya. Menurut hasil ringkasan laporan beberapa peneliti, kehamilan setelah terapi dengan progesteron rata-rata sebesar 26 % atau berkisar dari 5 – 73 % 3,11.
d. Pengobaan kombinasi estrogen-progesteron.
Pemberian progesteron ditambah estrogen dosis rendah yang menyerupai profil hormon pada wanita hamil (pseudo pregnancy) dapat mengakibatkan perubahan sel endometriosis menjadi desidua yang kemudian menjadi nekrotik dan akhirnya menjadi jaringan ikat.
Untuk pengobatan ini sering digunakan kontrasepsi oral dengan pemakaian terus menerus. Dosis dapat dinaikkan sampai 2-3 kali lipat setelah beberapa minggu, untuk selanjutnya tambahan dosis tergantung dari kepentingan mengontrol perdarahan. “Breakthrough bleeding” yang kadang-kadang terjadi karena atropi dapat diperbaiki dengan sediaan estrogen untuk stabilisasi endometrium dalam mencegah perdarahan berikutnya. Wilkinson dan Matting menyatakan bahwa pengobatan campuran estrogen progesteron ini menurunkan keluhan sekitar 46,6 – 93 % dan tingkat kehamilan yang terjadi 5 – 72 %. Hammond dan Hanney mendapatkan tingkat kehamilan pada pengobatan ini bervariasi 0 – 47 %. Perbedaan ini disebabkan oleh jenis obat yang dipakai, lamanya pengawaan lanjutan, penggabungan dengan pengobatan yang lain, dan seleksi pasien sebelum diobati.
Pengobatan ini sering digunakan sebelum dilaksanakan tindakan bedah untuk mempermudah operasi, dan biasanya diberikan 2 bulan sebelum operasi. Andrew melaporkan bahwa dengan menggunakan cara ini saja tingkat kehamilannya adalah 43 %, dengan bedah konservatif saja 59 %, sedangkan dengan kombinasi bedah konservatif dan cara ini memberikan hasil 21 %.
e. Pengobatan androgen
Mekanisme kerja hormon androgen ini pada endometriosis masih belum diketahui secara pasti, namun banyak yang beranggapan bahwa hormon ini menghambat langsung pertumbuhan endrometriuosis. Hammond dkk melaporkan hilangnya keluhan endometriosis dengan pengobatan hormon androgen ini sebesar 60 %. Keuntungan lain adalah ovulasi tidak dihambat sehingga kehamilan masih dapat terjadi selama pengobatan, haid masih teratur, pemakaian sederhana dan murah. Kerugiannya adalah penyakit sering kambuh dalam beberapa bulan saja setelah pengobatan dihentikan dan tingkat kehamilan rendah. Hammond dkk melaporkan tingkat kehamilan pada pemakai sediaan ini sebesar 12%, sedangkan Katayama dkk mendapatkan tingkat kehamilan sebesar 19 %.
f. Pengobatan danazol
Danazol adalah turunan isoksazol dari 17 alfa etiniltestoteron. Danazol menimbulkan keadaan asiklik, androgen tinggi dan estrogen rendah. Pada binatang percobaan dapat diketahui bahwa danazol mempunyai beberapa efek biologi yang menarik, yang terpenting adalah efek antigonadotropin. Efek ini terjadi dengan cara menekan FSH dan LH, dengan akibat dihambatnya steroidogenesis ovarium. Efek danazol menyerupai efek kastrasi dan menopause, sehingga terjadi amenorea dan atropi endometrium sehingga disebut juga pseudomenopause.
Pemberian obat ini mengakibatkan jaringan endometriosis menjadi atropi diikuti dengan aktivitas penyembuhan dan resorpsi penyakit 3,11.
g. Pengobatan dengan laser
Pengobatan ini dapat dilakukan sebelum pengobatan medisional atau operatif dan dilakukan pada saat pemeriksaan laparoskopi diagnostik. Dengan cara ini maka dosis pengobatan medisinal dapat dikurangi dan menghindari pelekatan pada tindakan bedah 3.
h. Pengobatan dengan GnRH
Sediaan ini hampir sama dengan antigonadotropin, yang cara kerjanya mengikat reseptor dikelenjar hipofisis. Dengan “kastrasi medisinal yang mana diharapkan lesi dari endometriosis akan mengecil.
Efek samping dari pengobatan ini adalah dapat terjadi perdarahan (75%), “Hot flushes” (68 %), psikis (38 %), sakit kepala (33%), vagina kering (28 %), berat badan naik (25 %), cepat lelah (25 %), rasa tidak enak di mammae (18 %), dan perubahan pada kulit. Selain itu pengobatan dengan GnRH juga dapat mengurangi nyeri pelvis, dispareunia, dismenorea, dan rasa tidak enak di pelvis. Pengobatan ini yang bertujuan menghentikan fungsi ovarium tidak dilakukan lagi, kecuali ada kontraindikasi pembedahan 3,11.

DAFTAR PUSTAKA

1.Badziad Ali., 2003. Endometriosis; Endokrinologi Ginekologi, edisi kedua, hal: 1-25, Media Aesculapius, FK UI, Jakarta.

2.Badziad Ali., 1999. Endometriosis; Ilmu Kandungan, edisi kedua, cetakan ketiga, hal: 316-326, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

3.Badziad Ali., 1992. Kontroversi Dalam Pengobatan Endometriosis; Majalah Kedokteran Indonesia, vol. 42 no. 7, edisi Juli, hal: 409-410, Jakarta.

4.David L. Olive, Pritts EA, Treatment of Endometriosis, NEJM, vol: 345, no.4 July 2001.

5.Firmansyah. F., 1997. Hubungan antara Skor AFS dengan Keberhasilan Hamil; Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia, vol. 21, no. 4, edisi oktober, hal: 234-236, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta.

6.Mansjoer Arief, et. all., 2001, Endometriosis; Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, hal: 381-382, Media Aesculapius, FK UI, Jakarta.

7.Mendrova. C dan Sutoto., 1997. Endometriosis yang Ditemukan Pada Sediaan Bedah Ginekolog;, Majalah Ginekologi dan Obstetri Indonesia, vol. 21, no. 2, edisi april, hal : 102-103, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

8.Moeloek. F. A., 1992. Teori, Aspek Klinik, dan Pengobatannya Endometriosis; Majalah Kedokteran Indonesia, vol. 42, no. 7, Hal: 379-388, Jakarta.

9.Prentice A., Endometriosis, Reguler Review,BMJvol: 323, 2001.

10.Rayburn. W. F and Cristopher. J., 2001. Endometriosis; Obstetri dan Ginekologi, hal: 278-282, Jakarta.

11.Samsul H., 2004. Evaluasi Standar Pengobatan Endometriosis; Seksi Fertilitas dan endokrinologi Reproduksi, UNAIR, Surabaya.

12.Wibowo N., 2004. Waspada Mandul Akibat Endometriosis; Majalah Farmacia, vol. III, no. 11, edisi Juni, halaman 8-12, Jakarta.

Klasifikasi Virus Berdasarkan Morfologi


Klasifikasi Virus Berdasarkan Morfologi
Definisi Virus
Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan mengendalikan sel makhluk hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-seleukariota (organisme multisel dan banyak jenis organisme sel tunggal), sementara istilah bakteriofage atau fagedigunakan untuk jenis yang menyerang jenis-jenis sel prokariota (bakteri dan organisme lain yang tidak berinti sel). Biasanya virus mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas proteinlipidglikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Genomvirus menyandi baik protein yang digunakan untuk memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.
Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas. Karena karakteristik khasnya ini virus selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada manusia (misalnya virus influensa dan HIV), hewan (misalnya virus flu burung), atau tanaman (misalnya virus mosaik tembakau/TMV).
Virus HIV Virus Influenza

Adapun sifat – sifat khusus virus menurut Lwoff, Home dan Tournier (1966) adalah :

1. Bahan genetic virus terdiri dari asam ribonukleat (RNA) atau asam deoksiribonukleat (DNA), akan tetapi bukan gabungan dari kedua jenis asam nukleat tersebut.

2. Struktur virus secara relative sangat sederhana, yaitu dari pembungkus yang mengelilingi atau melindungi asam nukleat.

3. Virus mengadakan reproduksi hanya dalam sel hidup, yaitu dalam nucleus, sitoplasma atau di dalam keduanya dan tidak mengadakan kegiatan metabolisme jika berada di luar sel hidup.

4. Virus tidak membelah diri dengan cara pembelahan biner. Partikel virus baru dibentuk dengan suatu proses biosintesis majemuk yang dimulai dengan pemecahan suatu partikel virus infektif menjadi lapisan protein pelindung dan komponen asam nukleat infektif.

5. Asam nukleat partikel virus yang menginfeksi sel mengambil alih kekuasaan dan pengawasan system enzim hospesnya, sehingga selaras dengan proses sintesis asam nukleat dan protein virus.

6. Virus yang menginfeksi sel mempergunakan ribosom sel hospes untuk keperluan metabolismenya.

7. Komponen – komponen virus dibentuk secara terpisah dan baru digabung di dalam sel hospes tidak lama setelah dibebaskan.

8. Selama proses pembebasan, beberapa partikel virus mendapat selubung luar yang mengandung lipid, protein, dan bahan – bahan lain yang sebagian berasal dari sel hospes.

9. Partikel virus lengkap disebut Virion dan terdiri dari inti asam nukleat yang dikelilingi lapisan protein yang bersifat antigenic yang disebut kapsid dengan atau tanpa selubung di luar kapsid.

Sistem Taksonomi Virus Universal

Struktur Taksonomi secara umum adalah sebagai berikut:
Order (-virales)
Family (-viridae)
Subfamily (-virinae)
Genus (-virus)
Species (-virus)
Di dalam setiap famili, subdivisi disebut genera yang biasanya berdasarkan pada perbedaan serologi dan fisikokimia.Kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan genera bervariasi dari famili ke famili. Nama genus mempunyai akhiran –virus. Pada 4 famili (Poxviridae, Herpesviridae, Parvoviridae, Paramyxoviridae), kelompok besar yang disebut sub famili didefinisikan dengan mempertimbangkan kompleksitas hubungan di antara anggota virus. Jenis – jenis virus digunakan untuk mengelompokkan famili virus yang memiliki karakter yang umum. Hanya 1 jenis saat ini yang telah didefinisikan, yaitu Famili Mononegavirales, meliputi famili Filoviridae, Paramyxoviridae, dan Rhabdoviridae,
Sejak tahun 1995, The International Committee on Taxonomy of Viruses telah mengumpulkan lebih dari 4000 virus binatang dan tumbuhan menjadi 71 famili, 11 subfamili, dan 164 genera, tetapi masih ada ratusan virus yang masih belum ditemukan, 24 famili virus diantaranya dapat menginfeksi manusia dan binatang.
Dasar Klasifikasi
1. Morfologi virion, meliputi ukuran, struktur, dan anatomi,
2. Bagian – bagian fisikokimia virion, meliputi banyaknya molekul, berat jenis, stabilitas pH,stabilisasi suhu dan tingkat pengaruhnya terhadap agen fisik dan kimiawi, khusunya eter dan detergen.
3. Bagian – bagian gen virus
4. Bagian – bagian protein virus
5. Replikasi virus
6. Bagian – bagian antigen
7. Bagian – bagian biologi

Morfologi (Ukuran, struktur, dan anatomi virus)

Virus merupakan organisme subselular yang karena ukurannya sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan menggunakanmikroskop elektron. Ukurannya lebih kecil daripada bakteri. Karena itu pula, virus tidak dapat disaring dengan penyaring bakteri.
Perbedaan virus dengan sel hidup
Sel hidup: 1. memiliki 2 tipe asam nukleat sekaligus,
2. dapat mereproduksi semua bagian selnya,
3. memiliki system metabolisme
Virus  : 1. hanya memiliki 1 tipe asam nukleat,
2. tidak dapat mereproduksi semua bagian selnya, virus hanya mereproduksi materi genetik dan selubung proteinnya,
3. tidak memiliki system metabolisme , oleh karena itu virus tidak dapat tumbuh dan bereproduksi tanpa adanya sel inang.
Partikel virus mengandung DNA atau RNA yang dapat berbentuk untai tunggal atau ganda. Bahan genetik kebanyakan virus hewan dan manusia berupa DNA, dan pada virus tumbuhan kebanyakan adalah RNA yang beruntai tunggal. Bahan genetik tersebut diselubungi lapisan protein yang disebut kapsid. Kapsid bisa berbentuk bulat (sferik) atau heliks dan terdiri atas protein yang disandikan oleh genom virus.
DNA virus

Replikasi genom DNA virus berlangsung di dalam inti sel tersebut. Jika sel mempunyai bagian yang peka rangsangan yang sesuai pada permukaannya, virus ini masuk sel melalui peleburan dengan selaput sel atau yang lebih dikenal endositosis. Kebanyakan DNA virus seluruhnya bergantung pada DNA dan RNA sel tuan rumah yang sintese permesinan, dan RNA yang memproses permesinan dalam sel tersebut.

RNA virus

RNA virus unik sebab RNA-lah pembawa informasi keturunan mereka. Replikasi RNA umumnya berlangsung di dalam sitoplasma itu.

Struktur


Virus memiliki keanekaragaman ukuran dan bentuk. Virus berukuran sekitar 100 kali lebih kecil dibanding bakteri.Beberapa virus telah dipelajari mempunyai suatu garis tengah antara 10 dan 300 nanometres. Beberapa filoviruses mempunyai total panjang mencapai 1400 nm, walaupun garis tengah mereka hanya sekitar 80 nm. Beberapa virus tidak dapat dilihat dengan suatu mikroskop cahaya dan hanya bisa dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.
Kapsid dibentuk dari subunit protein yang disebut capsomers. Virus dapat mempunyai suatu lipid ” amplop” yang diperoleh dari selaput sel tuan rumah. Kapsid dibuat dari protein yang disandikan oleh genome. Bagaimanapun, kode virus kompleks untuk protein virus yang dibawa oleh genom membantu dalam konstruksi kapsid mereka. Protein dalam nukleus dikenal sebagai nukleoprotein, dan yang digunakan dalam pembentukan kapsid disebut nukleocapsid.
Secara umum, ada empat bentuk partikel virus utama:

Helical

Contoh struktur heliks pada virus mosaik tembakau: RNA virus bergulung berbentuk garis sekerup / spiral selenoid yang disebabkan pengulangan sub-unit protein. Kapsid terdiri atas satu jenis capsomer berbadan tegap di sekitar suatu poros pusat untuk membentuk suatu struktur seperti bentuk sekerup yang mungkin punya suatu rongga pusat.

Icosahedral

Kebanyakan virus binatang adalah icosahedral atau near-spherical dengan icosahedral simetri. Suatu bidang dua puluh reguler adalah jumlah maksimum suatu kelopak tertutup dari sub-unit tersebut. Jumlah minimum capsomers yang diperlukan adalah duabelas, masing-masing terdiri atas lima sub-unit serupa. Banyak virus, seperti rotavirus, mempunyai lebih dari duabelas capsomers dan nampak berbentuk bola tetapi mereka mempertahankan simetri ini. Capsomers di apices dikelilingi oleh lima capsomers lain dan disebut pentons. Capsomers pada atas muka yang bersegi tiga adalah mengepung dengan enam capsomers yang lain dan yang disebut hexons.Contohnya adalah adenovirus.

Enveloped

Beberapa jenis amplop virus, terdapat di dalam suatu selaput sel, yaitu selaput eksternal yang melingkupi suatu sel tuan rumah yang terkena infeksi/tersebar, atau selaput internal seperti selaput nuklir atau reticulum endoplasmic, begitu mendapatkan lipid, maka virus akan membentuk bilayer yang dikenal dengan sebutan amplop. Selaput ini adalah protein yang membawa kode genetic dari genom tuan rumah ke genom virus.

Complex

Struktur khas dari suatu bacteriophage Virus ini memiliki suatu kapsid yang tidak berbentuk seperti bentuk sekerup, walaupun semata-mata serupa dengan icosahedral, dan memiliki struktur ekstra seperti jas berekor protein atau suatu dinding sebelah luar yang kompleks. Beberapa bacteriophages mempunyai suatu struktur kompleks terdiri dari suatu icosahedral di depan dan diikuti suatu ekor seperti bentuk sekerup yang memiliki suatu pelat dasar bersudut enam dengan serat ekor protein yang menonjol.

Klasifikasi Virus Berdasarkan Fisikokimia
Asam Nukleat
Simetri kapsid dan amplop
Sensitivitas terhadap eter
Famili Virus
Diameter partikel (nm)
Contoh Virus
DNA
Icosahedral,tidak
Beramplop
Resisten
Parvovirus
18 – 26
Adeno-associated virus
Papovavirus
45 – 55
Papilloma virus
Adenovirus
70 – 90
Adenovirus
DNAIcosahedral, beramplopSensitifHerpesvirus100 – 150
Virus Herpes simplek, Varicella-zoster,
cytomegalovirus,
DNAKompleksBervariasiPoxvirus230 – 300Smallpox (variola), vaccinia virus, molluseum contagiosum virus
RNAIcosahedral, tidak beramplopResistenPicornavirus20 – 30Enterovirus, rhinovirus
Reovirus60 – 80Reovirus, Orbivirus
RNAIcosahedral, beramplop
Sensitif
Togavirus40 – 70Virus Rubella
RNAHeliks, tidak beramplopSensitif
Bunyavirus
90 – 100
California Arbovirus, Bunyamwera Arbovirus
Coronavirus
100
Coronavirus
Orthomyxvirus
80 – 120
Virus Influenza A dan B
Paramyxovirus
100 – 200
Parainfluenza
Retrovirus
100 – 200
Animal tumor virus
Rhadbovirus
70 – 170
Virus Rabies
RNAHeliks, beramplopSensitifArenavirus50 – 300Lyphocytic choriomeningitis virus
2.2 Klasifikasi Virus berdasarkan jenis asam nukleat (DNA atau RNA)
1. Virus RNA
a. Famili : Picornaviridae
Sifat penting :
· RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA melalui pembentukan RNA komplementer yang bertindak sebagai cetakan sintesis RNA genom.
· Virion : tak berselubung, bentuk ikosahedral, tersusun atas empat jenis protein utama. Diameter virion 28-30 nm.
· Replikasi dan morfogenesis virus terjadi di sitoplasma.
· Spektrum hospes sempit.
Contoh : virus polio
b. Famili : Calicivirdae
Sifat penting :
· RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal.
· Virion : tak berselubung, bentuk ikosahedral, tersusun atas tiga jenis protein utama. Diameter virion 35-45 nm.
· Replikasi dan morfogenesis di sitoplasma.
· Spektrum hospes sempit.
Contoh : virus Sapporo
c. Famili : Togaviridae
Sifat penting :
· RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA melalui pembentukan RNA komplementer, yang bertindak sebagai cetakan RNA genom.
· Virion : berselubung, nukleokapsid ikosahedral, tersusun atas 3-4 jenis protein utama. Protein selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi. Diameter virion 60-70 nm.
· Replikasi di sitoplasma dan morfogenesis melalui proses budding di membran sel.
· Spektrum hospes luas.
Contoh : virus Chikungunya, virus rubella
d. Famili : Flaviviridae
Sifat penting :
· RNA : rantai tunggal, polaritas positif, segmen tunggal, replikasi RNA melalui RNA komplementer yang kemudian bertindak sebagai cetakan bagi sintesis RNA genom.
· Virion : berselubung, simetri nukleokapsid belum jelas, tersusun atas empat jenis protein utama. Protein selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi. Diameter virion 40-50 nm.
· Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya melalui proses budding di membran sel.
· Spektrum hospes luas.
Contoh : virus demam kuning
e. Famili : Bunyaviridae
Sifat penting :
· RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, terdiri dari tiga segmen. Pada proses replikasinya, RNA virion disalin menjadi mRNA dengan bantuan transkriptasa virion. Dengan bantuan produk translasi mRNA selanjutnya disintesis RNA komplementer. Tiap segmen RNA komplementer kemudian menjadi cetakan bagi RNA genom.
· Virion : berselubung, nukleokapsid bentuk helik, tersusun atas empat protein utama. Protein selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi. Diameter virion 90-120 nm.
· Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya melalui proses budding di membran Golgi.
Contoh : virus ensefalitis California
f. Famili : Arenaviridae
Sifat penting :
· RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, terdiri dari dua segmen. Prinsip replikasi RNAnya sama dengan Bunyaviridae.
· Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas tiga protein utama. Bentuk virion pleomorfik. Diameter virion 50-300 nm (rata-rata 110-130 nm).
· Replikasi di sitoplasma morfogenesisnya melalui proses budding di membran plasma.
· Spektrum hospes luas.
Contoh : virus lymphotic
g. Famili : Coronaviridae
Sifat penting :
· RNA : rantai tunggal, terdiri dari satu segmen. Replikasi RNA genom melalui pembentukan rantai RNA negatif yang kemudian bertindak sebagai cetakan bagi RNA genom. Sintesis RNA negatif disertai sintesis enam jenis mRNA.
· Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas tiga protein utama. Bentuk pleomorfik. Diameter virion 80-160 nm.
· Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya melalui proses budding di membran intrasitoplasma.
Contoh : coronavirus manusia 229-E dan OC43
h. Famili : Rhabdoviridae
Sifat penting :
· RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, satu segmen. Prinsip replikasi RNAnya sama dengan Bunyaviridae.
· Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas 4-5 protein. Virion berbentuk seperti peluru dengan selubung beraktivitas hemaglutinasi. Diameter dan panjang virion 70-85 nm dan 130-180 nm.
· Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya di membran plasma atau intrasitoplasma, tergantung spesies virus.
Contoh : virus stomatitis vesicularis
i. Famili : Filoviridae
Sifat penting :
· RNA : rantai tunggal, polaritas negatif, segmen tunggal.
· Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas tujuh protein utama. Berbentuk pleomorfik. Diameter virion 80 nm dan panjang mencapai 14.000 nm.
· Replikasi di sitoplasma.
Contoh : virus Ebola
j. Famili : Paramyxoviridae
Sifat penting :
· RNA : rantai tunggal, polaritas negatif. Replikasi RNA dimulai dengan sintesis mRNA dengan bantuan transkriptasa virion. Dengan bantuan produk protein mRNA dibuat RNA cetakan RNA genom.
· Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas 6-10 protein utama. Berbentuk pleomorfik. Selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi dan menginduksifusi sel. Replikasi di sitoplasma dan morfogenesisnya melalui proses budding di membran plasma. Diameter virion 150-300 nm.
· Spektrum hospes sempit.
Contoh : parainfluenza 1-4, viris parotitis
k. Famili : Orthomyxoviridae
Sifat penting :
· RNA : rantai tunggal, segmen berganda (7 untuk influenza C dan 8 untuk influenza A dan B), polaritas negatif. Replikasi RNA dimulai dengan sintesis mRNA dengan bantuan transkriptasa virion. Dengan bantuan protein produk mRNA, RNa komplementer dibuat dan dijadikan cetakan pembuatan RNA genom. Sifat segmentasi genom virus memudahkan terjadinya virus mutan.
· Virion : berselubung, nukleokapsid helik, tersusun atas 7-9 protein utama. Bentuk pleomorfik. Selubung beraktivitas hemaglutinasi. Diameter virion 90-120 nm. Pada filamentosa panjangnya mencapai beberapa mikrometer.
· Replikasi RNA di inti dan sitoplasma dan morfogenesis melalui proses budding di membran plasma.
Contoh : virus Influenza A,B, dan C
l. Famili : Reoviridae
Sifat penting :
· RNA : rantai ganda, segmen ganda (10 untuk reovirus dan obvirus, 11 untuk rotavirus, 12 untuk Colorado tick fever virus. Setiap mRNA berasal dari satu segmen genom. Sebagian mRNA dipakai untuk sintesis protein dan sebagian lagi dipakai sebagai cetakan untuk pembuatan rantai RNA pasangannya.
· Virion : tak berselubung, kapsidnya dua lapis dan bersimetri ikosahedral. Diameter virion 60-80 nm.
· Replikasi dan morfogenesis di sitoplasma.
Contoh Reovirus 1-3
m. Famili : Retroviridae
Sifat penting :
· RNA : rantai tunggal, terdiri dari dua molekul polaritas negatif yang identik. Replikasi dimulai dengan pemisahan kedua molekul RNA dan pembuatan rantai DNA dengan cetakan RNA tersebutdengan bantuan reverse transcriptase virion. Setelah molekul RNA-DNA terpisah, dibuat rantai DNA komplementer terhadap pasangan DNA yang sudah ada. DNA serat ganda kemudian mengalami sirkularisasi dan berintegrasi dengan kromosom hospes. Selanjutnya RNA genom dibuat dengan cetakan DNa yang sudah terintegrasi pada kromosom hospes.
· Virion : berselubung, simetri kapsid ikosahedral. Virion tersusun atas 7 jenis protein utama. Diametr virion 80-130 nm. Morfogenesis virus melalui proses budding di membran plasma.
Contoh : HIV 1 dan 2
2. Virus DNA
a. Famili : Adenoviridae
Sifat penting :
· DNA : rantai ganda, segmen tunggal. Replikasi DNA dan translasinya menjadi protein komplek.
· Virion : tak berselubung, simetri kapsid ikosahedral. Diameter virion 70-90 nm. Virion tersusun atas paling tidak 10 protein.
· Replikasi dan morfogenesis di inti sel.
· Spektrum hospes sempit.
Contoh : Adenivirus 1-49
b. Famili : Herpesviridae
Sifat penting :
· DNA : rantai ganda, segmen tunggal. Replikasi DNA komplek.
· Virion : berselubung, simetri kapsid ikosahedral. Diameter virion 15-200 nm.
· Replikasi di intisel. Morfogenesis melalui proses budding di membran inti. Di dalam sitoplasma virion dibawa dalam vesikel-vesikelke membran plasma. Di membran plasma, membran vesikel fusi dengan membran plasma.
Contoh : virus herpes simplex 1-2, virus B
c. Famili : Hepadnaviridae
Sifat penting :
· DNA : rantai ganda (bagian terbesar) dan rantai tunggal (bagian kecil, di ujung molekul DNA), segmen tunggal. Pada replikasi genom, bagian rantai tunggalnya harus dibuat rantai ganda. Transkripsi DNA menghasilkan mRNA untuk sintesis protein dan RNA lain sebagai cetakan bagi pembuatan DNA oleh reverse transcriptase.
· Virion : berselubung (HBsAg), diameter 42 nm. Tersusun atas selubung (HBsAg) dan nukleokapsid. Dalam nukleokapsid terdapat core (HBcAg) dan protein penting lain (HBeAg).
· Replikasi di hepatosit terjadi di inti sel sedangkan HBsAg dibuat di sitoplasma.
Contoh : virus hepatitis B
d. Famili : Papovaviridae
Sifat penting :
· DNA : rantai ganda, segmen tunggal sirkuler. Replikasi DNA komplek dan selama replikasi bentuknya tetap sirkuler. Siklus replikasi DNA dapat melibatkan DNA genom yang episomal maupun yang berintegrasi dengan kromosom sel.
· Virion : tak berselubung, diameter 45 nm (polyomavirus) dan 55 nm (papillomavirus), tersusun atas 5-7 jenis protein utama.
· Replikasi dan morfogenesis di inti sel.
· Spektrum hospes sempit.
Contoh : papilloma virus manusia
e. Famili : Parvoviridae
Sifat penting :
· DNA : rantai tunggal, segmen tunggal. Genus Parvovirus lebih banyak mengandung rantai DNA polaritas negatif sedang dua genus lagi DNA polaritas negatif dan positifnya seimbang. Replikasi DNA komplek.
· Virion : tak berselubung, nukleokapsid bersimetri ikosahedral dan berdiameter 18-26 nm, tersusun atas tiga protein utama.
· Replikasi dan morfogenesis di inti sel dan memerlukan bantuan sel hospes.
· Spektrum hospes sempit.
Contoh : parvovirus B-19
f. Famili : Poxviridae
Sifat penting :
· DNA : rantai ganda, segmen tunggal. Replikasi DNA komplek.
· Virion : berselubung, berbentuk seperti batu bata dan merupakan virus dengan dimensi terbesar.Tersusun atas lebih dari seratus jenis protein. Selubung mempunyai aktivitas hemaglutinasi.
· Replikasi dan morfogenesis di sitoplasma yaitu dalam viroplasma (semacam pabrik virus). Hasil morfogenesis dapat berupa virion berselubung maupun tidak.
Contoh : virus cacar sapi
2.3 Komponen kimia virus menurut kandungan protein
Setiap makhluk hidup pada dasarnya tersusun oleh komponen-komponen kimiawi yang akan membantu kelangsungan hidupnya. Virus memliki komponen kimia berups protein, karbohidrat, dan lipid. Komponen kimis yang akan kita bahas hanya komponen protein saja. Protein dalam virus terdapat dalam bentuk asam nukleat, kapsid, enzim, dan protein lainnya.
  • Asam Nukleat
Virus hanya mengandung DNA atau RNA saja. Hal ini menjadi ciri khas virus dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Virus hanya memiliki satu asam nukleat, jadi berdasarkan hal ini, virus dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis asam nukleat yang mungkin dimiliki, yaitu:
v DNA berutasan tunggal
v RNA berutasan tunggal
v DNA berutasan ganda
v RNA berutasan ganda
Pada virus tumbuhan baru dapat ditemukan RNA berutasan tunggal dan ganda serta DNA berutasan tunggal saja. Sedangkan pada hewan, keempat jenis asam nukleat telah ditemukan.Berdasarkan jenis asam nukleat yang terkandung dalam virus, kita dapat menggolongkan virus menjadi 3 yaitu virus RNA, virus DNA, dan virus yang tidak diklasifikasi.
Beberapa famili virus yang tergolong virus RNA:
    • Piconarviridae
    • Caliciviridae
    • Togaviridae (penyakit cikungunya, rubella)
    • Flaviviridae (virus demam kuning)
    • Bunyaviridae (virus demam berdarah korea)
    • Arenaviridae (virus lassa)
    • Coronaviridae (coronavirus)
    • Rhabdoviridae (virus rabies, virus mokola)
    • Filoviridae (virus ebola, virus marburg)
    • Paramixoviridae (virus paroritis, virus morbili)
    • Orthomixoviridae (virus influenza)
    • Reoviridae (virus kemorovo, rotavirus manusia)
    • Retroviridae
Beberapa famili virus yang tergolong virus DNA:
o Adenoviridae (adenovirus 1-49)
o Herpesviridae (virus herpes simpleks, virus epstein-barr)
o Hepadnaviridae (virus hepatitis B)
o Papovaviridae ( papilloma virus manusia, virus JK, virus BK)
o Parvoviridae (parvovirus B19)
o Poxviridae (virus variola, virus vaccinia, virus cacar monyet)
Virus yang tidak diklasifikasikan:
o Virus penyebab encefalopati spongiformis
o Virus hepatitis delta
o Verus hepatitis C
o Virus Norwalk penyebab diare
o Atrovirus
Pengertian tentang asam nukleat virus mempunyai arti penting untuk memahami proses perkembangbiakan virus, sifat biologik, dan sebagainya. Misalnya:
v Ukuran asam nukleat dihubungkan dengan jumlah informasi genetik yang dibawanya
v Segmentasi asam nukleat pada virus influenza dihubungkan dengan terjadinya genetika yang menimbulkan terjadinya antigenik, derajat homolog basa-basa asam nukleat dihubungkan dengan taksonomi virus.
  • Kapsid
  • Protein lain
    • Pada adenovirus dan papovirus terdapat protein haemaglutinin yang dapat menggumpalkan sel darah merah berbagai spesies binatang.
  • Enzim
Banyak virus telah diketahui mengandung enzim-enzim yang berfungsi dalam replikasi komponen-komponen asam nukleatnya. Beberapa virion dapat mengandung suatu enzim khusus yang mengandung RNA virus model untuk mensintesis utasan RNA kedua yang dapat mengarahkan sel-sel inang untuk membuat virus. Virus tumor RNA mengandung suatu enzim yang mengsintesis utasan DNA dengan menggunakan genom RNA virus sebagai acuan.
Beberapa virus yang mengandung enzim, dapat dikategorikan ke dalam tiga golongan:
ü Neuromisida yang menghidrolisis galaktosa N asetil neuraminat. Enzim ini terdapat pada orthomixovirus yaitu pada salah satu tonjolan glikoproteinnya. Enzim ini berfungsi membantu penetrasi ke dalam sel.
ü Beberapa jenis virion mengandung RNA polimerase. Jika genom virus merupakan genom yang langsung dapat bertindak sebagai mRNA, maka ekspresi genom dapat berlansung.hal demikian dapat ditemukan pada picornavirus dan arbovirus. Tatapi jika genom virus berupa DNA atau RNA dengan polaritas negatif, maka sebelum genom tersebut diekspresikan dalam bentuk protein, terlebih dahulu harus ditranskripsikan menjadi RNA dengan polaritas positif. Dalam hal yang disebut terakhir, terdapat dua jenis enzim polimerase. Pertama, virus menggunakan polymerase yang terdapat di dalam sel hospes, seperti pada herpesvirus, adenovirus, dan papovavirus. Kedua, virion mengandung polymerase sendiri seperti pada poxvirus, myxovirus, rhabdovirus, dan retrovirus menpunyai enzim transkripsi terbalik yang berfungsi membentuk DNA dari cetakan RNA.
Beberapa virion juga mengandung enzim yang bekerja pada asam nukleat. Adenovirus, poxvirus,, dan retrovirus misalnya mengandung enzim nuklease.

Reproduksi Virus Dalam Tahapan Daur Litik dan Lisogenik


Tahapan Daur Litik
A. Pada daur litik, virus melakukan penetrasi ke inang dan memperbanyak diri dalam tubuh inang, kemudian ke luar dari inang. Sel inang mengalami lisis (pecah).
B. Tahapan daur litik sebagai berikut.
1. Adsorpsi (penempelan) dari partikel virus (virion) pada sel inang yang sesuai.
2. Penetrasi (injeksi) asam nukleat virus ke dalam sel inang.
3. Tahap awal replikasi dari asam nukleat virus. Dalam peristiwa ini mesin biosintesa sel inang diambil alih untuk memulai sintesa asam nukleat virus. Enzim-enzim spesifik virus mulai dihasilkan dalam tahap ini, yang disebut tahap eclipse.
4. Replikasi dari asam nukleat virus.
5. Sintesa dari protein subunit mantel virus.
6. Perakitan dari asam nukleat dan protein subunit serta komponen membran pada virus bermembran ke dalam partikel virus.
7. Pelepasan partikel virus yang matang dari sel (lisis).
Tahapan Daur Lisogenik
A. Pada daur lisogenik, asam nukleat virus menyisip pada asam nukleat inang, tidak terjadi perbanyakan virus dalam inang, dan sel inang tidak mengalami lisis.
B. Tahapan daur lisogenik sebagai berikut.
1. Adsorpsi (penempelan) dari partikel virus (virion) pada sel inang yang sesuai.
2. Penetrasi (injeksi) asam nukelat virus ke dalam sel inang.
3. Asam nukleat virus menyisip/ melebur pada asam nukleat inang membentuk profage.
4. Ketika bakteri melakukan pembelahan, profage tersebut akan ikut mengganda dan seterusnya.
5. Suatu ketika profage tersebut dapat keluar dari tubuh bakteri dan masuk ke daur litik.