Human Immunodeficiency Virus (HIV)
II.1. Etiologi
Virus penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan nama Human Immunodeficiency Virus (HIV) ini adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamily Lentiviridae. Sampai sekarang baru dikenal dua serotype HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang juga disebut lymphadenopathy associated virus type-2 (LAV-2) yang sampai sekarang hanya dijumpai pada kasus AIDS atau orang sehat di Afrika. Spektrum penyakit yang menimbulkannya belum banyak diketahui. HIV-1, sebagai penyebab sindrom defisiensi imun (AIDS) yang tersering, dahulu dikenal juga sebagai human T cell-lymphotropic virus type III (HTLV-III), lymphadenipathy-associated virus (LAV) dan AIDS-associated virus. 5,6
Secara morfologik, virus ini berbentuk bulat, terdiri dari bagian inti (core) yang berbentuk silindris dan selubung (envelope) yang berstruktur lipid bilayer yang membungkus bagian core, dimana didalam core ini terdapat RNA virus ini. Karena informasi genetik virus ini berupa RNA, maka virus ini harus mentransfer informasi genetiknya yang berupa RNA menjadi DNA sebelum diterjemahkan menjadi protein-protein. Dan untuk tujuan ini HIV memerlukan enzim reverse transkriptase.6
Pada selubung (envelope) terdapat glikoprotein permukaan, terdiri dari dua protein yang mengkordinasi masuknya HIV kedalam sel. Glikoprotein yang lebih besar dinamakan gp 120, adalah komponen yang menspesifikasi sel yang diinfeksi. gp 120 ini terutama akan berikatan dengan reseptor CD4, yaitu suatu reseptor yang terdapat pada permukaan sel T helper, makrofag, monosit, sel-sel langerhans pada kulit, sel-sel glial, dan epitel usus (terutama sel-sel kripta dan sel-sel enterokromafin). Glikoprotein yang besar ini adalah target utama dari respon imun terhadap berbagai sel yang terinfeksi. Glikoprotein yang lebih kecil, dinamai gp 41 atau disebut juga protein transmembran, dapat bekerja sebagai protein fusi yaitu protein yang dapat berikatan dengan reseptor sel lain yang berdekatan sehingga sel-sel yang berdekatan tersebut bersatu membentuk sinsitium.8
Gambar 1.1 Genome dan protein HIV15
II.2. Patofisiologi
HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. Setelah masuk ke dalam tubuh, HIV akan menempel pada sel yang mempunyai molekul CD4 pada permukaannya. Molekul CD4 ini mempunyai afinitas yang sangat besar terhadap HIV, terutama terhadap molekul gp 120 dari selubung virus. Diantara sel tubuh yang memiliki CD4, sel limfosit T memiliki molekul CD4 yang paling banyak. Oleh karena itu, infeksi HIV dimulai dengan penempelan virus pada limfosit T. Setelah penempelan, terjadi diskontinuitas dari membran sel limfosit T yang disebabkan oleh protein gp41 dari HIV, sehingga seluruh komponen virus harus masuk ke dalam sitoplasma sel limfosit-T, kecuali selubungnya.5
Setelah masuk ke dalam sel, akan dihasilkan enzim reverse transcriptase. Dengan adanya enzim reverse transcriptase, RNA virus akan diubah menjadi suatu DNA. Karena reverse transcriptase tidak mempunyai mekanisme proofreading (mekanisme baca ulang DNA yang dibentuk) maka terjadi mutasi yang tinggi dalam proses penerjemahan RNA menjadi DNA ini. Dikombinasi dengan tingkat reproduktif virus yang tinggi, mutasi ini menyebabkan HIV cepat mengalami evolusi dan sering terjadi resistensi yang berkelanjutan terhadap pengobatan.7
Bersamaan dengan enzim reverse trancriptase, akan dibentuk RNAse. Akibat aktivitas enzim ini, maka RNA yang asli dihancurkan. Sedangkan seuntai DNA yang tadi telah terbentuk akan mengalami polimerisasi menjadi dua untai DNA dengan bantuan enzim polymerase. DNA yang terbentuk ini kemudian pindah dari sitoplasma ke dalam inti sel limfosit T dan menyisip ke dalam DNA sel penjamu dangan bantuan enzim integrase, dan DNA ini disebut sebagai provirus. Provirus yang terbentuk ini tinggal dalam keadaan laten atau dalam keadaan replikasi yang sangat lambat, tergantung pada aktivitas dan diferensiasi sel penjamu (T-CD4) yang diinfeksinya, sampai kelak terjadi suatu stimulasi yang dapat memicu DNA ini untuk keluar dari DNA inang dan menjadi aktif, serta selanjutnya terjadi replikasi dalam kecepatan yang tinggi. Keadaan laten ini dapat berlangsung selama 1 sampai 12 tahun dari infeksi awal HIV dan dalam keadaan ini pasien tidak mempunyai gejala (asimptomatik). Pada stadium laten ini, HIV dan respon imun anti HIV dalam tubuh pasien dalam keadaan steady state.2,5
Infeksi akut dengan cepat meningkatkan viral load dan menyebabkan viremia yang ringan sampai moderat. Walaupun viral load cenderung menurun dengan cepat setelah infeksi akut pada orang dewasa, viral load menurun lebih lambat pada anak-anak yang terinfeksi secara vertical (2-3 bulan setelah terinfeksi, jumlah viral load dalam tubuh mereka menetap sekitar 750.000/mL) dan dapat tidak mencapai level steady state sampai mereka berumur 4-5 tahun. Hal ini disebabkan karena imaturitas sistem imun mereka. Walaupun bayi-bayi mempunyai sejumlah antigen presenting cell dan sel-sel efektor lebih banyak daripada orang dewasa, produksi sitokin, proliferasi dan sitotoksisitas sel-sel tersebut pada mereka jauh lebih berkurang karena infeksi HIV ini.4,8
Gambar 2. Siklus Replikasi HIV16
Infeksi HIV pada limfosit T-CD4 diatas mengakibatkan perubahan pada fungsi dan penghancuran sel T-CD4, hingga populasinya berkurang. Mekanisme disfungsi dan penurunan jumlah sel limfosit T-CD4 ini diduga melalui proses pengaruh sitopatik langsung HIV (single cell killing), pembentukkan sinsitium, respon imun spesifik, limfosit T sitolitik yang spesifik untuk HIV, mekanisme autoimun dan anergi.
Dengan menurunnya jumlah dan fungsi sel T-CD4 yang merupakan ‘orchestrator’ dari suatu sistem imun, maka individu yang terinfeksi HIV akan lebih berisiko untuk terkena infeksi opportunistik, infeksi sistemik berat, penyakit sistem organ yang kemudian berakhir dengan kematian.5
II.3. Cara Penularan
Penularan HIV dapat terjadi melalui hubungan seksual, secara horizontal maupun vertikal (dari ibu ke anak).
1. Melalui hubungan seksual
Baik secara vaginal, oral ataupun anal dengan seorang pengidap. Ini adalah cara yang umum terjadi, meliputi 80-90% dari total kasus sedunia. Lebih mudah terjadi penularan bila terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonore. Resiko pada seks anal lebih besar dibandingkan seks vaginal dan resiko juga lebih besar pada yang reseptive daripada yang insertie. Diketahui juga epitel silindris pada mukosa rektum, mukosa uretra laki-laki dan kanalis servikalis ternyata mempunyai reseptor CD4 yang merupakan target utama HIV.9
2. Transmisi horisontal (kontak langsung dengan darah/produk darah/jarum suntik):
a. Tranfusi darah/produk darah yang tercemar HIV, resikonya sekitar 0,5-1% dan telah terdapat 5-10% dari total kasus sedunia. 9
b. Pemakaian jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik pada para pecandu narkotik suntik. Resikonya sangat tinggi sampai lebih dari 90%. Ditemukan sekitar 3-5% dari total kasus sedunia.9
c. Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan. Resikonya sekitar kurang dari 0,5% dan telah terdapat kurang dari 0,1% dari total kasus sedunia.9
Kurang lebih 10% penularan HIV terjadi melalui transmisi horizontal.8
3. Infeksi HIV secara vertikal terjadi pada satu dari tiga periode berikut :
1. Intra uterin : Terjadi sebelum kelahiran atau pada masa awal kehamilan sampai trisemester kedua, yang mencakup kira-kira 30-50% dari penularan secara vertikal. Janin dapat terinfeksi melalui transmisi virus lewat plasenta dan melewati selaput amnion, khususnya bila selaput amnion mengalami peradangan atau infeksi.8
2. Intra partum : Transmisi vertikal paling sering terjadi selama persalinan, kurang lebih 50-60%, dan banyak faktor-faktor mempengaruhi resiko untuk terinfeksi pada periode ini. Secara umum, semakin lama dan semakin banyak jumlah kontak neonatus dengan darah ibu dan sekresi serviks dan vagina, maka semakin besar resiko penularan. Bayi prematur dan BBLR mempunyai resiko terinfeksi lebih tinggi selama persalinan karena barier kulitnya yang lebih tipis dan pertahanan imunologis pada mereka lebih lemah.8
3. Post partum : Bayi baru lahir terpajan oleh cairan ibu yang terinfeksi dan bayi dapat tertular melalui pemberian air susu ibu yang terinfeksi HIV kira-kira 7-22%.
Lebih dari 90% penularan HIV dari ibu ke anak terjadi selama dalam kandungan, persalinan dan menyusui.8
II.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV sangat luas spektrumnya, karena itu ada beberapa macam klasifikasi. Yang paling umum dipakai adalah klasifikasi yang dibuat oleh Center for Disease Control (CDC), USA,10 sebagai berikut:
- Stadium awal infeksi HIV
- Stadium tanpa gejala
- Stadium ARC (AIDS related compleks)
- Stadium AIDS
- Stadium gangguan susunan saraf pusat
Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu terjadinya infeksi sampai munculnya gejala pertama pada pasien. Pada infeksi HIV hal ini sulit diketahui. Dari penelitian pada sebagian besar kasus dikatakan masa inkubasi rata-rata 5-10 tahun, dan bervariasi sangat lebar, yaitu antara 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun. rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa walaupun belum ada gejala, tetapi yang bersangkutan telah dapat menjadi sumber penularan.
- Stadium awal infeksi
Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, mialgia, pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat berat disertai kesadaran menurun.10 Sindrom ini akan menghilang dalam beberapa minggu. Dalam waktu 3-6 bulan kemudian tes serologi baru akan positif, karena telah terbentuk antibodi. Masa 3-6 bulan ini disebut window periode, dimana penderita dapat menularkan naamun secara laboratorium hasil tes HIV-nya negatif.10
- Stadium tanpa gejala
Fase akut akan diikuti fase kronik asimptomatik yang lamanya bisa bertahun-tahun (5-7 tahun). Virus yang ada didalam tubuh secara pelan-pelan terus menyerang sistem pertahanan tubuhnya. Walaupun tidak ada gejala, kita tetap dapat mengisolasi virus dari darah pasien dan ini berarti bahwa selama fase ini pasien juga infeksius. Tidak diketahui secara pasti apa yang terjadi pada HIV pada fase ini. Mungkin terjadi replikasi lambat pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya. Tetapi jelas bahwa aktivitas HIV terjadi dan ini dibuktikan dengan menurunnya fungsi sistem imun dari waktu ke waktu. Mungkin sampai jumlah virus tertentu tubuh masih dapat mengantisipasi sistem imun. 9,10
- Stadium AIDS related compleks
Stadium ARC (AIDS Related Complex) adalah bila terjadi 2 atau lebih gejala klinis yang berlangsung lebih dari 3 bulan, antara lain :
- Berat badan turun lebih dari 10%
- Demam lebih dari 380C
- Keringat malam hari tanpa sebab yang jelas
- Diare kronis tanpa sebab yang jelas
- Rasa lelah berkepanjangan
- Herpes zoster dan kandidiasis mulut
- Pembesaran kelenjar limfe, anemia, leucopenia, limfopenia, trombositopenia
- Ditemukan antigen HIV atau antibody terhadap HIV.9,10
· Stadium AIDS
Ada beberapa jalur penularan yang ditakutkan dapat menyebarkan HIV, yaitu melalui ludah, gigitan nyamuk, dan kontak sehari-hari (berjabat tangan, terekspos batuk dan bersin dari penderita HIV, menggunakan toilet dan alat makan bersama, berpelukan).Namun, CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) menyatakan bahwa aktivitas tersebut tidak mengakibatkan penularan HIV. Beberapa aktivitas lain yang sangat jarang menyebabkan penularan HIV adalah melalui gigitan manusia dan beberapa tipe ciuman tertentu.
BalasHapusHERPES VIRUS PERMANENT TREATMENT The herpes simplex virus is a contagious virus that can be passed from person to person through direct contact.Children will often contract HSV-1 from early contact with an infected adult. They then carry the virus with them for the rest of their life.Infection with HSV-1 can happen from general interactions such as eating from the same utensils, sharing lip balm, or kissing. The virus spreads more quickly when an infected person is experiencing an outbreak. Additionally,it is possible to get genital herpes from HSV-1 if the individual has had cold sores and performed sexual activities during that time.HSV-2 is contracted through forms of sexual contact with a person who has HSV-2. It is estimated that around 20 percent of sexually active adults within the United States have been infected with HSV-2, according to the American Academy of Dermatology (AAD). ( AAD ) While HSV-2 infections are spread by coming into contact with a herpes sore, the AAD reports that most people get HSV-1 from an infected person who is a symptomatic, or does not have sores.having multiple sex partners being female having another sexually transmitted infection (STI) having a weakened immune system
BalasHapusTREATMENT
Herpes is a serious and recurring disease which can't be cured through drugs or injections by the American doctors but the best way to deal with Herpes is by taking natural herbs medicine for it, I have read about DR JAMES the great herbalist doctor who cure me from herpes with his powerful herbal medicine. i contacted him to know how he can help me and he told me never to worry that he will help me with the natural herbs from God!after 2 days of contacting him, he told me that the cure has been ready and he sent it to me via UPS SPEED POST and it got to me after 3 days!i used the medicine as he instructed me (MORNING and EVENING) and i was cured!its really like a dream but i am so happy! for the people suffering from the following diseases, Cancer, hypothyroidism, Herpes, COPD, HIV, Arthritis, Hpv, Infections,Liver Disease, Autoimmune Diseases, Parkinson's disease,Lupus and more should contact him for his herbal medicine because i am a living testimony and i was cured of herpes and his medicine is legit. i sent him what he requested and he sent me his medicine which i took for 3 good weeks and today am out here with negative result. when i went for test i was so happy after going through his medication.
CONTACT DR JAMES FOR PERMANENT CURE EMAIL:drjamesherbalmix@gmail.com CALL OR WHATSAPP HIM ON +2348152855846