Jumat, 22 Oktober 2010

Epistaksis dan Penatalaksanaannya

Epistaksis
Epistaksis atau perdarahan hidung sering ditemukan sehari-hari, dan hampir 90% dapat berhenti sendiri. Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan.
Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan mengganggu. Ia dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif. Perdarahan hidung tampak lebih sering terjadi pada masa awal kanak-kanak sampai pubertas. Walaupun pada kelompok usia tersebut biasanya tidak serius. Epistaksis berat atau yang mengancam jiwa tampaknya meningkat dengan bertambahnya usia.
Epistaksis adalah masalah klinis yang berbahaya, terutama bila berasal dari posterior. Sembilan puluh persen epistaksis berasal spontan dari pleksus pembuluh darah superfisialis didalam septum anterior inferior, dan lebih mudah ditangani dibandingkan epistaksis posterior, yang 10% pasien dari pembuluh darah di dalam dinding hidung lateral dekat nasofaring dan disertai dengan mortalitas 4% sampai 5%.

1. Epistaksis ringan
biasanya berasal dari bagian anterior hidung, umumnya mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.


2. Epistaksis berat
berasal dari bagian posterior hidung yang dapat menimbulkan syok dan anemia serta dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard yang kalau tidak cepat ditolong dapat berakhir dengan kematian. Pemberian infus dan transfusi darah serta pemasangan tampon atau tindakan lainnya harus cepat dilakukan.


Disamping itu epistaksis juga dapat merupakan tanda adanya pertumbuhan suatu tumor baik ganas maupun jinak. Ini juga memerlukan penatalaksanaan yang rinci dan terarah untuk menegakkan diagnosis dan menentukan modalitas pengobatan yang terbaik.


Etiologi
Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik.


Etiologi lokal
1. Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur hidung atau trauma maksilofasia lainnya.
2. Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.
3. Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak dan remaja.
Ketiga diatas ini merupakan penyebab lokal tersering.

Eiologi lainnya yaitu
  • iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung;
  • Keadaan lingkungan yang sangat dingin
  • Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba
  • Iatrogenik akibat operasi
  • Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama
  • Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai Ingus berbau busuk.
Etiologi sistemik
1. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yan disertai atau anpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-70 lahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang baik,
2. Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.
3. Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.

Termasuk etiologi sistemik lain
a. Lebin jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan, menarke dan menopaose
b. kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic Telangieclasis atau penyakit Rendj-Osler-Weber;
c. Peninggian tekanan vena seperti pada ernfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan penyakit jantung
d. pada pasien dengan pengobatan antikoagjlansia.



Patofisiologi
Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior. Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling sering terjadi dan biasanya pada anak-anak) yang merupakan anastomosis cabang arteri ethmoidakis anterior, arteri sfeno-palatina, arteri palatine ascendens dan arteri labialis superior.
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau penyakit kardiovaskuler. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Perdarahan yang hebat dapat menimbulkan syok dan anemia, akibatnya dapat timbul iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu pemberian infuse dan tranfusi darah harus cepat dilakukan.


Pemeriksaan Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan

  • apakah perdarahan ini baru perlama kali atau sebelumnya sudah pernah
  • kapan terakhir lerjadinya.
  • jumlah perdarahan
  • Perlu lebih detail karena pasien biasanya dalam keadaan panik dan cenderung mengatakan bahwa darah yang keluar adalah banyak. Tanyakan apakah darah yang keluar kira-kira satu sendok alau satu cangkir Sisi mana yang berdarah jjga perlu dilanyakan,
  • Apakah satu sisi yang sama atau keduanya;
  • Apakah ada trauma, infeksi sinus, operas hidung atau sinus
  • apakah ada hipertensi
  • keadaan mudah berdarah
  • Apakah ada penyakit paru kronik, penyakit kardiovaskuler, arteriosklerosis; apakah sering makan obat-obatan seperti aspiiin atau produk antikoagjlansia
Pemeriksaan lainya
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan keadaan umum, pemeriksaan hidung dan laboratorium,

Pemeriksaan keadaan umum.
Tanda vital harus dimonitor. Segeralah pasang infus jika ada penurunan tanda vital, adanya riwayat perdarahan profus, baru mengalami sakit berat misalnya serangan jantung, stroke atau pada orang tua.

Pemeriksaan hidung.
  • Diperlukan peralatan untuk melihat rongga hidung dengan pencahayaan yang baik (lampu kepala) dan alat penghisap.
  • Bersihkanlah semua darah atau bekuan darah dengan alat penghisap. Lakukan tindakan vasokonstriksi dan analgesi lokal dengan memasukkan kapas yang dibasahi dengan Pantokain 2% dan diberi beberapa tetes adrenalin ke dalam rongga hidung. Kapas diangkat setelah 5-10 menit. dan sumber perdarahan dicari.
Pemeriksaan laboratorium.
  • Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk mengetahui adanya anemi. masa perdarahan, hitung trombosit dilakukan jika diduga ada kelainan perdarahan.
  • Pada anak dengan epistaksis berulang tanpa riwayat trauma atau operasi, perlu pemeriksaan adanya penurunan faktor VIII seperti pada von Willebrant’s disease.
  • Pada pasien yang dipasang tampon posterior, mungkin perlu diperiksa gas darah tepi (Astrup).
  • Pada keadaan tertentu mungkin perlu pemeriksaan fungsi hati dan ginjal.
  • Jika diperlukan pemeriksaan radiologik hidung dan sinus paranasal serta nasofaring dapat dilakukan setelah keadaan akut diatasi. Jika perlu pasien dapat dikonsul ke dokter spesialis penyakit dalam untuk mencari dan mengobati penyebab sistemik.
  • Jika pada pemeriksaan didapati adanya massa, dapat segera dilakukan biopsi agar diagnosis dini dapat ditegakkan. Namun perlu dicermati apakah massa tersebut merupakan massa tumor pembuluh darah yang umumnya akan berwarna kebiru-biruan, dalam hal ini maka tindakan biopsi sebaiknya tidak dilakukati karena dapat menyebabkan perdarahan profus yang sulit diatasi bahkan dapat menyebabkan kematian, misalnya pada tumor angiofibroma. Untuk ini sebaiknya pasien dikonsulkan ke ahli THT terdekat.
Sumber perdarahan
Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.

Epistaksis anterior
  • Berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior. Perdarahan biasanya ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.
  • Pada saat pemeriksaan dengan lampu kepala, periksalah pleksus Kiesselbach yang berada di septum bagian anterior yang merupakan area terpenting pada epistaksis. la merupakan anastomosis cabang a.etmoidalis anterior, a.sfenopaltina, a. palatina asendens dan a.labialis superior. Terutama pada anak pleksus ini di dalam mukosa terletak lebih superfisial, mudah pecan dan menjadi penyebab hampir semua epistaksis pada anak.
Epistaksis posterior
umumnya berat sehingga sumber perdarahan seringkali sulit dicari. Umumnya berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior. Sebagian besar darah mengalir ke rongga mulut dan memerlukan pemasangan tampon posterior untuk mengatasi perdarahan. Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan hipertensi.


Penatalaksanaan epistaksis
  • menghentikan perdarahan, tujuan lain penatalaksanaan epistaksis adalah mencegah komplikasi dan berulangnya epistaksis serta mencari etiologi.
  • Mula-mula perhatikan keadaan umum pasien,
  • pastikan bahwa pasien tidak dalam keadaan syok.
  • Jika ada riwayat telah terjadi perdarahan hebat, segera pasang infus, periksa Hb, leuko dan trombosit.
  • Pemeriksaan fungsi pembekuan dan golongan darah dilakukan jika perlu transfusi darah.
  • Jika pasien dalam keadaan syok, segera pasang infus dan pemberian obat-obat yang diperlukan untuk memperbaiki keadaan umum. Pasien atau orang tua biasanya dalam keadaan panik sehingga perlu ditenangkan terlebih dahulu dengan terapi suportif.
  • Jika pasien masih berada di rumah, dapat dianjurkan untuk memencet hidung selama 10 menit dan pasien dianjurkan duduk dengan kepala dan leher agak tunduk kedepan, Ini dapat menghentikan epistaksis anterior yang ringan.
  • Jika perdarahan tidak berhenti, pasien dianjurkan untuk datang ke dokter. Cara tradisional dengan memasukkan daun sirih yang digulung ke dalam rongga hidung dapat bermanfaat menghentikan epistaksis anterior.Yang tidak dianjurkan adalah pasien tiduran, darah akan turun kefaring sehingga_dibatukkan dan dimuntahkan .menyebakan. ansietas yang akan menaikkan tekanan darah sehingga akan makin berdarah
  • Pada perdarahan anterior yang berat, setelah darah dibersihkan, sumber perdarahan dapat di kaustik dengan nitras argenti 20-30%, asam trikloroasetat 10% atau kauter listrik.
  • Jika sumber perdarahan tidak ditemukan, pasanglah tampon sementara yaitu kapas Pantokain-adrenalin selama 5-10 menit agar terjadi vasokonstriksi. Jika masih berdarah, harus dipasang tampon kapas padat atau kasa yang dibubuhi vaselin yang dapat dicampur dengan betadin atau salep antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa berbentuk pita dengan lebar 1/2 cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan daerah asal perdarahan. Selanjutnya pasien dapat dirawat,diberi antibiotika oral dan obat penenang jika diperlukan. Tampon diangkat setelah 2-3 x 24 jam.
  • Saat pengangkatan tampon, jika masih ada rembesan darah, pasang tampon sementara Pantokain-Adrenalin 5-10 menit. Biasanya perdarahan berhenti.
  • Selanjutnya pasien dianjurkan untuk mencegah trauma pada hidung, dilarang mengeluarkan ingus secara keras, memencet atau menggaruk hidung selama 1 minggu. Pasien juga dilarang kerja berat dan olah raga selama 2 minggu. Tamponade hidung dapat diulangi jika perdarahan masih mengalir selama 2-3 x 24 jam.
  • Jika perdarahan menetap setelah 2 kali tamponade ini, dipikirkan kemungkinan melakukan ligasi arteri.
Tampon Belloque
  • Perdarahan posterior yang berat biasanya baru dapat diatasi setelah dipasang tampon posterior atau tampon Belloque. Tampon ini dibuat dari kasa dan berukuran 3×2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi lain. Tampon ini harus memenuhi koana. Cara memasangnya adalah sebagai berikut:
  • Dimasukkan kateter terlebih dahulu ke lubang hidung, gunanya untuk menarik tampon Belloque ke koana.
  • Ujung kateter yang tampak di orofaring ditarik keluar rongga mulut dengan pinset dan diikat pada 2 benang yang terdapat pada 1 sisi tampon, kateter kemudian ditarik meluar melalui rongga hidung, tampon akan tertarik ke dalam rongga mulut dan dengan ujung jari telunjuk tampon didorong masuk ke koana.
  • Selanjutnya dipasang tampon anterior dan kedua benang yang keluar dari lubang hidung diikatkan / difiksasi sehingga tampon Belloque tadi akan terfiksasi dengan baik di koana. Benang yang satu lagi akan tetap berada di rongga mulut dan difiksasi pada pipi dengan plaster, guna benang ini adalah untuk menarik tampon keluar melalui rongga mulut setelah 2-3 hari. Pasien dengan Belloque tampon harus dirawat.Sebagai pengganti tampon Belloque dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balonnya diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.
  • Pada setiap pemasangan tampon, harus selalu diberi antibiotik untuk mencegah terjadinya otitis media dan sinusitis. Jika pasien gelisah obat penenang atau terapi suportif dapat diberikan. Obat hemotatik juga dapat diberikan meskipun manfaatnya masih diragukan.
Ligasi Arteri
Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon. Jenis arteri yang diligasi tergantung sumber perdarahan. Jika berasal dari bagian belakang rongga hidung, biasanya dari a.sfenopalatina yang merupakan cabang a.maksilaris, dilakukan ligasi a.maksilaris di fossa pterigomaksila (di belakang dinding belakang sinus maksila) melalui pendekatan Caldwel-Luc. Jika tidak berhasil dilakukan ligasi a.karotis eksterna di daerah leher. Jika perdarahan berasal dari bagian atas rongga hidung biasanya dari a.etmoidalis anterior atau posterior, ligasi dilakukan pada arteri arteri ini melalui insisi kulit di daerah medial orbita.

Embolisasi
Embolisasi pembuluh darah juga dapat dilakukan dengan panduan arteriografi dengan memasukkan gel sponge atau lainnya, namun terdapat risiko terjadi emboli otak.

Perawatan rumah sakit
  • Tidak semua pasien perlu perawatan. Indikasi perawatan dilakukan pada pasien dengan tampon anterior bilateral, tampon posterior / tampon belloque, hipertensi epistaksis berulang dan pada keadaan dengan risiko tinggi misalnya orang tua, debil, alkoholik, penyakit hati.
  • Saat dirawat, sebaiknya pasien tirah baring dengan kepala lebih tinggi, humidifikasi kamar harus diperhatikan.
  • Pertimbangkan pemberian oksigen dosis rendah dengan oxygen mask disamping pemberian cairan yang adekuat. Obat-obat yang diperlukan adalah antibiotika, mungkin antihipertensi jika diperlukan.
Komplikasi pemasangan tampon
Pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler, penyakit paru kronis dapat terjadi hipoksemia arterial, untuk ini beri terapi humidifikasi oksigen 24-40% menggunakan mask dan pemeriksaan astrup (analisa gas darah) Antibiotika diberikan untuk mencegah terjadinya sinusitis, infeksi telinga tengah dan lainnya. Keluhan pasien biasanya adalah kesulitan menelan, nausea karena banyak darah yang tertelan. Jika tampon terlalu padat dapat terjadi nekrosis dan perforasi septum. Tampon juga dapat terdorong ke nasofaring dan jatuh ke faring.

Kesimpulan
Bermacam-macam cara mengatasi epistaksis tergantung dari asal perdarahan dan berat ringannya perdarahan telah dikemukakan. Namun dalam penatalaksanaannya, pertu pula dicari faktor penyebab sistemik jika dicurigai keberadaannya melalui berbagai pemeriksaan termasuk konsultasi ke ahli penyakit dalam. Pasien/orang tua pasien biasanya dalam keadaan panik sehingga terapi suportif juga penting untuk dilaksanakan.
Jika penyebabnya suatu tumor, diagnosis dini merupakan suatu tindakan yang harus dilaksanakan agar perluasan tumor dapat dihindarkan, namun tindakan ini dapat berbahaya jika tumor tersebut merupakan tumor pembuluh darah.
Umumnya semua tindakan harus dilaksanakan dengan cermat, cepat dan tepat dengan memikirkan semua kemungkinan penyebab epistaksis.


Kesimpulan

Epistaksis atau perdarahan hidung sering ditemukan sehari-hari dan bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan.
Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. Sebab local antara lain : idiopati, trauma, infeksi hidung dan sinus paranasal, tumor, pengaruh lingkungan, benda asing dan rinolit. Sebab sistemik yaitu penyakit kardiovaskular, kelainan darah, infeksi sistemik, gangguan endokrin, kelainan congenital.
Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling sering terjadi dan biasanya pada anak-anak). Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior, sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau penyakit kardiovaskuler dan perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan perdarahan secara aktif seperti dengan cara kaustik dan pemasangan tampon, mencegah komplikasi baik sebagai akibat langsung epistaksis atau akibat usaha penanggulangan epistaksis dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu keadaan umum pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Nuty dan Endang, Epistaksis, dalam : Efianty, Nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT, Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 125-129
Peter A. Hilger, MD, Penyakit Hidung, dalam : Harjanto, Kuswidayati, editor, BOIES, Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta, 1997, 224-233
Mansjoer, Arif., et al (eds), Kapita Selekta Kedokteran ed.III, jilid 1, FKUI, Media Aesculapius, Jakarta. 1999.pp; 96-99
Mark A. Graber dan Laura Beaty, Otolaringologi, dalam : Dewi, Susilawati, editor, Buku Saku Kedokteran Keluarga University of IOWA, ed.3, EGC, Jakarta, 2006, 745-747
Roland NJ, McRae RDR dan Mc.Cobe AW. Key topics in Otolaryngology, Bios Scientific Publisher Limited, 1995.
Balenger JJ, Snow JrJB. Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, 15th Ed.William & Wilkins, Baltimore, 1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar