1. Definisi
Menurut Rusdi Maslim (2001) retardasi mental adalah
suatu keadaan perkem-bangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang
terutama ditandai oleh terjadinya hendaya ketrampilan selama masa perkembangan,
sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
Menurut The
American Association on Mental Deficiency (AAMD), definisi retardasi mental mencakup dua dimensi utama yaitu perilaku
adaptif dan kecerdasan. Retardasi mental didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana fungsi intelektual umum dibawah rerata
normal disertai dengan kekurangan atau hendaya dalam perilaku adaptif yang
muncul pada periode perkembangan (Grossman, 1983 cit Drew, 1986,
Cytryn dan Lourie, 1980).
Kaplan
(1985) mengemukakan bahwa dalam konsep definisi retardasi mental terdapat dua
model pendekatan yang dipakai yaitu model pendekatan biomedik dan pendekatan
sosiokultural. Dari pendekatan biomedik lebih menitikberatkan pada
perubahan-perubahan dasar pada sistem otak, sedangkan pendekatan sosiokultural
menyotroti fungsi-fungsi sosial dan adaptasi secara umum untuk mengikuti
norma-norma yang berlaku.
Beberapa
istilah yang dipakai untuk retardasi mental adalah keterbelakangan mental,
lemah ingatan, cacat mental, tuna mental. Istilah asing yang sering digunakan
adalah mental deficiency, oligophrenia, amentia, dan mental subnormality
(Rumini, 1987).
2. Etiologi
Pada PPDGJ
III disebutkan bahwa secara umum faktor etiologi retardasi mental terdiri dari faktor biologis, faktor
psikososial atau interaksi keduanya. Penyabab retardasi mental menurut Kartono (1989) dikelompokkan menjadi
dua kelompok yaitu:
- Primer, mencakup karena keturunan (retardasi mental genetik) dan yang disebabkan tidak diketahui (retardasi mental simplek)
- Sekunder, disebabkan faktor-faktor dari luar yang diketahui dan kemungkinan faktor tersebut mempengaruhi otak pada masa prenatal, perinatal dan postnatal.
Dua puluh lima persen dari penderita retardasi mental disebabkan oleh faktor biologik. Yang paling sering
terdapat adalah kelainan kromosom atau metabolisme seperti pada sindroma down,
phenil keton uria dan ibu yang banyak minum alkohol sewaktu hamil. Pada
retardasi mental yang etiologinya faktor biologik, perbandingan jumlah penderita antara golongan sosial
ekonomi tinggi dan rendah adalah sama, tidak ada peningkatan prevalensi
pada anggota keluarga kecuali bila disebabkan oleh karena kelainan genetik
seperti phenilketonuria (Hardman, 1990).
Untuk 75%
sisanya tidak didapatkan faktor biologik. Retardasi mental tanpa etiologi
biologik dapat dikaitkan dengan berbagai jenis deprivasi psikososial seperti
deprivasi stimulasi, sosial, bahasa dan intelektual (PPDGJ II, 1983). Taraf
kekurangan intelektual biasanya ringan, diagnosis biasanya ditegakkan pada
waktu masuk sekolah, lebih banyak terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah
dan sering terdapat pola keluarga dengan taraf retardasi mental yang sama
dengan orang tua atau saudaranya (Hardman, 1990).
Cytryn dan
Lourie (1980), Kolb dan Brodie (1982) dan Smith (1971) membagi faktor etiologik
menjadi 3 yaitu:
- Faktor prenatal
1.1. Inborn error of metabolism
1.1.1.
Gangguan metabolisme asam amino yaitu Phenyl Keton Uria (PKU), Maple Syrup
Urine Disease, gangguan siklus urea, histidiemia, homosistinuria, Distrofia
okulorenal Lowe, hiperprolinemia, tirosinosis dan hiperlisinemia.
1.1.2.
Gangguan metabolisme lemak yaitu degenerasi serebromakuler dan lekoensefalopati
progresif.
1.1.3.
Gangguan metabolisme karbohidrat yaitu galaktosemia dan glycogen storabe
disease.
1.1.4.
Gangguan metabolik lain yaitu hiperkalsemia idiopatik, hipoparatiroidisme,
sindroma Criggler-Najjar, piridoksin dependensi, penyakit Wilson,
mukopolisakaridosis.
1.2. Aberasi Kromosom
1.2.1.
Gangguan Autosom yaitu Sindroma Down, Cat cry sindrom, sindroma kromosom trisomi
13, 18, 22, distrofia miotonika, epiloia (tuberous sclerosis),
neurofibromatosis, sindroma Sturge-Weber (angiomatosis ensefalofasial),
penyakit Lindau (angiomatosis retinoserebeler), sindroma Marfan
(arakhnodaktili), sindroma Sjorgen, ichtyosis kongenital, akhondroplasia,
kraniosinostosis, hipertelorisme, diabetes insifidus nefrogenik.
1.2.2.
Gangguan kromosom kelamin yaitu sindroma Klinefelter, sindroma Turner.
1.2.3.
Gangguan perkembangan lainnya yaitu anensefali, parensefali, mikrosefali, agiria,
hidrosefalus agenesis korpus kalosum, sindroma Laurence-Biedl, sindroma
Prader-Willi, ataksia teleangiektasia, penyakit Norrie, penyakit Kinky-hair.
1.3. Infeksi maternal
selama kehamilan, yaitu infeksi TORCH dan Sifilis. Cytomegali
inclusion body disease merupakan penyakit infeksi virus yang paling sering
menyebabkan retardasi mental. Infeksi virus ringan atau subklinik pada ibu
hamil dapat menyebabkan kerusakan otak janin yang bersifat fatal. Penyakit
Rubella kongenital juga dapat menyebabkan defisit mental. Terdapat hubungan
antara lama ibu hamil terinfeksi dengan kejadian abnormalitas pada janin. Bayi
baru lahir dengan toksoplasmosis menunjukkan kelemahan, spastisitas,
hidrosefalus atau mikrosefalus, yang kemudian bermanifestasi sebagai defisit mental.
1.4. Komplikasi kehamilan meliputi
toksemia gravidarum, Diabetes
Mellitus pada ibu hamil yang tak terkontrol, malnutrisi, anoksia janin akibat
plasenta previa dan solutio plasenta serta penggunaan sitostatika selama hamil.
2. Faktor perinatal
2.1. Prematuritas
Dengan
kemajuan teknik obstetri dan kemajuan perinatologi menyebabkan meningkatnya
keselamatan bayi dengan berat badan lahir rendah sedangkan bayi-bayi tersebut
mempunyai resiko besar untuk mengalami kerusakan otak, sehingga akan didapatkan
lebih banyak anak dengan retardasi mental.
2.2. Intra Uterine
Growth Retardation
Bayi-bayi
yang kecil untuk masa kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya kerusakan
otak.
2.3. Trauma kelahiran
Yang
meliputi trauma fisik 9trauma jalan lahir) dan asfiksia neonatorum.
2.4. Kernikterus
Terjadi
karena eritroblastosis fetalis, sepsis neonatorum, defisiensi G-6-PD, pemberian
sulfonamid, salisilat dan sodium benzoat.
3. Faktor postnatal
3.1.
Infeksi intrakranial, meliputi meningitis purulenta, meningoensefalitis dan
ensefalitis.
3.2.
Keracunan timbal
3.3.
Trauma kapitis
3.4.
Gangguan kejang, termasuk kejang epileptik, kejang demam dan spasmus infantil.
3.5.
Cerebral palsy
3.6.
Penyakit Heller
3.7.
Malnutrisi.
Menurut
Harsono (1981) faktor-faktor yang menunjukkan potensial retardasi mental adalah
sebagai berikut:
- Faktor Maternal
(a). Umur
ibu kurang dari 16 tahun atau lebih dari 40 tahun, atau primigravida dengan
umur lebih dari 35 tahun. (b). Wanita yang pendek, kurus, malnutrisi, kulit
berwarna, miskin, kurang pendidikan, tidak nikah (data statistik). (c). Adanya
riwayat abortus, lahir mati, kematian neonatal, bayi lahir kurang dari 2000
gram, solusio plasenta, plasenta sirkumalata. (d). Penyakit: hipertensi renal,
proteinuria, nefritis, bakteriuria, DM, flebitis, penyakit tiroid, adiksi,
toksoplasmosis, volume jantung yang kecil, retardasi mental. (e). Perokok
berat. (f). Cervical incompetence. (g). Contracted pelvis, (h). Peminum
alkohol. (i). Minum obat fenitoin. (j). Radiasi. (k). Intoksikasi logam Hg, Pb.
i.
Komplikasi kehamilan
(a).
Perdarahan pada trimester II dan III. (b). Shock perdarahan. (c).
Polihidramnion
ii. Faktor perinatal
(a). Bayi
lahir kurang dari 14 minggu. (b). Anak pertama laki-laki dan kembar prematur.
(c). Apgar score rendah, sianosis, respirasi distres. (d). Hipoksia
intrauterine sehubungan dengan prolapsus tali pusat, solusio plasenta, toksemia
gravidarum. (e). Sectio Caesaria setelah partus percobaan. (f). Partus forceps
tinggi atau presentasi bokong.
iii. Faktor neonatal
(a). Dirawat
di inkubator atau memerlukan oksigen. (b). Menhisap, minum atau menangis
abnormal. (c). Trauma atau anomali. (d). Ekstremitas atau wajah tidak simetris.
(e). Ikterus, tonus otot yang rendah, kejang-kejang terutama yang tidak
dikehendaki. (f). Muntah dan demam.
iv.
Lain-lain
(a). Riwayat
keluarga : adanya retardasi mental pada orang tua, saudara, anggota keluarga
yang lain. (b). Mikrosefali kongenital. (c) Defek pertumbuhan susunan saraf
pusat primer. (d). Tuberosis sklerosis. (e). Hipotiroidisme kongenital. (f).
Degenerasi susunan saraf pusat. (g). Infeksi susunan saraf pusat post natal.
(h). Trauma kepala. (i). Emotional deprivation yang lama dan berat.
3. Gejala dan Tanda Retardasi Mental
Retardasi
mental didiagnosis berdasarkan
intelegensi, riwayat penyakit, gambaran klinik, laporan sosial dari orang tua
dan laporan kemajuan sekolah dari guru, riwayat kehamilan , riwayat persalinan
dan perkembangan anak. Untuk anak dibawah usia 3 tahun tidak ada standar
tes yang dipakai, diagnosis hanya berdasarkan atas observasi tingkah laku anak
dibandingkan dengan anak normal pada umur yang sama (Rumini, 1987).
Untuk
mendiagnosis retardasi mental yang tepat, perlu diambil anamnesa dati orang tua
dengan teliti mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan anak. Bila
mungkin dilakukan pemeriksaan psikologik, laboratorium, evaluasi pendengaran
dan bicara. Observasi psikiatrik dikerjakan untuk mengetahui adanya gangguan
psikiatri disamping retardasi mental (Maramis, 1980).
3.1. Pada masa bayi
Adanya
abnormalitas pada tawa dan tangisnya, kemampuan menahan kepala terganggu,
demikian pula daya untuk merayapnya. Tingkah laku yang tidak biasa pada saat
disusui atau disuapi. Sikap tubuh yang masih fetal walau anak sudah berumur
6-12 bulan (Roan, 1979).
3.2. Pada masa kanak-kanak
Anak
golongan debilitas lebih sukar dinilai daripada golongan imbisil. Kartono
(1989) membedakan golongan debil menjadi dua tipe, yaitu:
a. Tipe stabil dengan ciri-ciri waktu berkembang sangat lambat,
sukar menilai sesuatu, sukar untuk melanjutkan sesuatu sampai selesai, tampak
bingung atau melamun, mengerjakan sesuatu berulang kali dengan hasil sama atau
tanpa variasi, pandangan kosong, mulut terbuka, tanpa ekspresi muka, tanpa ada
pengertian.
b. Tipe tidak stabil dengan ciri-ciri semua tindakan tampaknya serba cepat
dan tepat, jawaban diberikan dengan cepat dan cepat, bahkan kadang-kadang
pertanyaan belum selesai sudah dijawab, tampak aktif dan penuh akal, kesannya
sangat pandai, defisit semakin kentara pada masa sekolah.
3.3. Pada masa sekolah
Rumini
(1987) mengamati dari hal-hal sebagai berikut, kesulitan belajar, prestasi kurang,
kebiasaan kerja yang kurang baik, perhatian mudah dialihkan, kemampuan motorik
kurang, perkembangan bahasa jelek, kesulitan mengembangkan diri.
3.4. Pada masa puber dan remaja
Terjadi
hambatan pada perkembangan mental dan kepribadian yang tidak sempurna.
Mengalami kesulitan dalam pergaulan, pengendalian emosi, menempatkan diri,
hubungan dengan teman yang berlainan jenis kelamin dan dalam mengikuti norma
yang berlaku. Disamping itu juga mudah terpengaruh oleh orang lain, baik dalam
hal kebaikan maupun dalam hal yang tidak baik (Roan, 1979).
4.
Klasifikasi
Menurut
PPDGJ III (1993) kriteria diagnosis untuk retardasi mental meliputi:
- Fungsi intelektual umum secara bermakna dibawah rata-rata IQ 70 atau lebih rendah pada tes yang dilakukan individual (pada bayi karena tes intelegensi yang tersedia tidak dapat dinilai dengan angka, fungsi intelektual rata-rata dapat dibuat berdasarkan pertimbangan klinik).
- Bersamaan dengan itu, terdapat kekurangan atau hendaya dalam perilaku adaptif yang dipertimbangkan menurut umur dan budaya.
- Timbul sebelum usia 18 tahun
Dalam PPDGJ
III (1993), retardasi mental diberi nomor kode F70-F73, F78 dan F79. Karakter
keempat digunakan untuk menentukan luasnya hendaya perilaku, bila hal ini bukan
disebabkan oleh suatu gangguan lain yang menyertai:
F7x.0
= Tidak ada, atau terdapat hendaya perilaku minimal
F7x.1
= Terdapatnya hendaya perilaku yang bermakna dan memerlukan
perhatian atau terapi
F7x.8
= Hendaya perilaku lainnya
F7x.9
= Tanpa penyebutan dari hendaya perilaku
Bila
penyebab retardasi mental diketahui, maka suatu kode tambahan dari ICD-10 harus
digunakan (misalnya F72 Retardasi Mental Berat ditambah E00 Sindroma Defisiensi
Yodium Kongenital).
Ketentuan
subtipe retardasi mental meliputi:
F70
: Ringan
Taraf IQ : 50-69
F71
:
Sedang
Taraf IQ : 35-49
F72
:
Berat
Taraf IQ : 20-34
F73
: Sangat
Berat
Taraf IQ : dibawah
20
F78
: Lainnya, bila penilaian dari tingkat retardasi mental
dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena
adanya gangguan sensorik atau fisik misalnya buta, bisu tuli dan penderita yang
perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.
F79
: Yang Tidak Tergolongkan (unspecified), bila jelas
terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk
menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.
Untuk
klasifikasi yang tidak tergolongkan dipakai apabila terdapat dugaan kuat adanya
retardasi mental tetapi individu tidak dapat dites dengan tes intelegensi
standar karena gangguannya terlalu berat atau mereka tidak kooperatif untuk
dites. Keadaan ini dapat terjadi pada anak, remaja atau dewasa. Pada bayi
karena tes yang tersedia tidak menghasilkan nilai IQ menurut angka, maka
penggolongan kedalam diagnosis ini dapat juga dilakukan bila terdapat
pertimbangan klinik yang menunjukkan fungsi intelektual dibawah rata-rata.
Pada
umumnya, makin muda seseorang makin sulit untuk menegakkan diagnosis retardasi
mental kecuali terdapat retardasi mental yang sangat berat. Kategori ini tidak
boleh digunakan bila fungsi intelektual diduga diatas 70.
Pembagian lain oleh Maramis (1980) yang didasarkan
atas tingkat intelegensi yang dihubungkan dengan patokan sosial dan pendidikan
sebagai berikut:
- Keadaan bodoh atau bebal, bila IQ 65-85, taraf perbatasan, tidak sanggup bersaing mencari nafkah dan beberapa kali tidak naik kelas di SD.
- Debilitas (keadaan tolol), bila IQ 52-64, termasuk kategori retardasi mental ringan, dapat mencari nafkah secara sederhana dalam keadaan baik, dapat dididik dan dilatih di sekolah khusus.
- Imbisilitas (keadaan dungu), bila IQ 35-51 (retardasi mental sedang) atau IQ 20-35 (retardasi mental berat), mengenal bahaya, ridak bisa mencari nafkah, tidak dapat dididik dan dilatih.
- Idiosi (keadaan pandir) jika IQ kurang dari 20, termasuk golongan retardasi mental sangat berat, tidak mengenal bahaya, tidak dapat mengurus diri sendiri, tidak dapat dididik dan dilatih.
5.
Deteksi tumbuh kembang sebagai upaya deteksi dini
Masa lima
tahun pertama merupakan masa terbentuknya dasar-dasarkepribadian manusia,
kemampuan penginderaan, berpikir, ketrampilan berbahasa dan berbicara,
bertingkah laku sosial dan sebagainya. Sedangkan masa yang paling menentukan
dalam proses tumbuh kembang seorang anak ialah masa di dalam kandungan ibunya
dan kira-kira setahun sesudahnya. Pada saat itu sel-sel otak sedang tumbuh dan
menyempurnakan diri secara pesat sekali untuk kemudian bertambah sedikit demi
sedikit sampai anak berusia 5 tahun (Hutt, 1979).
Pengertian
deteksi dini kelainan tumbuh kembang balita menurut direktorat bina kesehatan
keluarga (1988) merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara terpadu
untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan mengetahui serta mengenal
faktor resiko baik fisik, biomedik maupun psikososial pada balita. Kegunaan deteksi dini ini adalah untuk mengetahui penyimpangan
tumbuh kembang pada balita secara dini, sehingga upaya pencegahan, upaya
stimulasi dan upaya penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan indikasi
yang jelas sedini mungkin pada masa kritis proses pertumbuhan dan perkembangan.
Alat untuk
melakukan deteksi dini berupa tes penyaring yang distandardisasi oleh
direktorat bina kesehatan keluarga (1988) untuk menjaring anak yang mempunyai
kelainan dan mereka yang normal. Macam-macam tes tersebut adalah:
- Deteksi resiko keluarga. Tes ini membantu dalam menilai keadaan keluarga apakah keluarga tersebut memerlukan bantuan dan perhatian khusus atau tidak. Tes skrining ini hanya dilakukan sekali saja.
- Berat badan menurut tinggi badan anak. Pengukuran berat badan anak berdasarkan tinggi badan anak adalah cara lain yang digunakan untuk menilai status gizi anak. Pengukuran ini dilaksanakan untuk mengetahui tumbuhnya fisik anak yang tidak dipisahkan dengan perkembangan non fisik.
- Pengukuran lingkar kepala anak. Pengukuran lingkar kepala anak adalah cara untuk mengetahui perkembangan otak anak. Biasanya besar tengkorak mengikuti perkembangan otak, sehingga bila ada hambatan pada perkembangan tengkorak, maka perkembangan otak juga terhambat.kepala anak adalah untuk mengetahui fisik anak yang tidak dipisahkan dengan perkembangan non fisik.ak.tau tidak. untuk
- Pengukuran pra skrining perkembangan. Kuesioner pra skrining perkembangan anak adalah suatu pertanyaan singkat yang ditujukan kepada orang tua dari anak dan dipergunakan sebagai alat untuk melakukan skrining pendahuluan perkembangan anak usia 3 bulan sampai 6 tahun. Bagi setiap golongan umur terdapat 10 pertanyaan untuk orang tua dan pengasuh anak.
- Kuesioner perilaku anak pra sekolah. Kuesioner perilaku anak pra sekolah adalah sekumpulan kondisi-kondisi perilaku yang digunakan untuk mendeteksi secara dini kelainan perilaku anak pra sekolah (3-6).
- Tes daya lihat dan tes kesehatan mata bagi anak sekolah. Tes ini digunakan untuk memeriksa ketajaman daya lihat serta kelainan mata pada golongan 3-6 tahun.
- Tes daya dengar anak. Tanpa pendengaran yang baik anak tidak dapat belajar berbicara atau mengikuti pelajaran disekolah dengan baik. Karena itu penting sekali untuk mengetahui daya dengar anak sedini mungkin.
Kepribadian
manusia, kemampuan penginderaan, berpikir, ketrampilan berDeteksi kelainan
tumbuh kembang dilakukan pada anak sampai usia 6 tahun. Dengan deteksi dini
diharapkan anak yang menderita retardasi mental dapat secara dini diketahui
terutama untuk retardasi mental yang genetik, retardasi mental fungsional.
Bagi dokter
yang berada di tempat yang jauh dari fasilitas lengkap maka diperlukan cara
yang praktis untuk menegakkan diagnosis retardasi mental. Diagnosis praktis
dapat diartikan diagnosis yang berdasarkan observasi wajah, bentuk dan
deformitas kongenital dan interograsi genetik.
Pemeriksaan
fisik yang dapat dilakukan adalah kesan global : diperhatikan wajah dan tubuh,
mikrocepali, makrocepali, monolismus, tengkorak semanggi, kraniostenosis,
sindroma turge-weber, tuberosklerosis, kranium bifidum okultum, gargoilismus
(Sidharta, 1979).
Tanda-tanda
khas sering terdapat pada pertumbuhan ontogenik yang terganggu seperti
anophtalmus, bibir sumbing, daun telinga yang berkedudukan rendah, katarak pada
bayi, palatum durum yang terlalu tinggi, sindaktili, polidaktili, adenoma
sebaseum, telapak tangan yang gemuk dan lebar dengan jari-jari yang pendek,
beberapa jari kaki yang lebar, eritroderma ikhtioform, neurofibromatosis
(Sidharta, 1979).
Penyusunan
silsilah bayi atau anak cacat perlu dibuat, dengan adanya silsilah keluarga
maka perihal hereditas dapat ditentukan.
Retardasi
mental “brain damage”
Retardasi
mental akibat brain damage ialah retardasi mental yang disebabkan oleh
kerusakan difus serebral karena encephalitis, meningitis, encephalopati,
perdarahan, kontusio, hipoglikemia, hipoksia serebri dalam masa bayi termasuk
bayi prematur, hidrosefalus sekunder dan penyakit serebral akibat intoksikasi
serta infestasi parasit (toksoplasmosis) (Hutt, 1979).
Di antara
anak-anak cacat neurologik yang tampaknya terbelakang mental, ada juga
anak-anak yang sebenarnya tidak terbelakang, melainkan perkembangan ekspresinya
saja yang terhambat. Adanya gangguan neurologik yang menghambat daya dan kelincahan
ekspresi itu adalah disleksia, sindroma Ertzam, sindroma Gertman, sindroma
diskontrol, afasi dan problem sekitar dominasi serebral (Sidharta, 1979)
Disleksia
Anak
mempunyai kesukaran dalam berbicara dan mengucapkan kata-kata segera setelah
disekolahkan. Kerusakan terletak di lintasan integratif antara sirkuit visual
dan sirkuit auditorik, mereka dapat berpikir tetapi mewujudkan pikirannya dalam
bentuk kata-kata atau tulisan dirasa sangat sulit.
Sindroma
Ertzam
Anak ini
mempunyai gangguan dalam berhitung dan menulis. Motorik mereka terganggu dalam
melaksanakan gerakan komplek dimana gerakan diperlukanseperti dalam hal
menulis. Namun demikian ia dapat membaca dengan lancar.
Sindroma
Gertsman
Anak ini
tidak dapat mengenal benda-benda dengan sensibilitasnya. Mereka mendapat banyak
kesukaran dalam menulis karena tidak mampu menyusun pemikiran. Juga berhitung
adalah sukar bagi mereka. Lesi serebral yang bertanggung jawab atas gangguan
tersebut adalah girus angularis.
Sindroma
diskontrol
Anak ini
lambat sekali dalam mengekspresikan kehendaknya dan lambat bereaksi trerhadap
stimulus dunia luar. Mereka dapat berbahasa, penglihatannya tidak terganggu dan
pendengarannya baik. Namun mereka lambat diperintah atau tidak bereaksi bila
diperintah. Lesi serebral yang mendasari gangguan ini tidak diketahui, tetapi
pengobatannya dengan perangsang amphetamine dapat memperbaiki keadaan.
Afasia dan
Afonia
Afasia
timbul sebagai akibat manifestasi lesi serebral di area brocca dan atau
wernicke. Afonia adalah bisu tidak dapat mengeluarkan kata-kata karena anak ini
tuli sebelum ia belajar berbahasa. Afasia motorik akibat lesi di area brocca
dengan gejala tidak mampu mengeluarkan kata-kata untuk mengutarakan pikirannya
dan afasia sensoris akibat lesi di area wernicke dengan gejala tidak mampu
untuk mengerti bahasa lisan atau tulisan.
Retardasi
mental “fungsional”
Anak yang
menderita retardasi mental fungsional adalah anak terbelakang mental karena
gangguan psikososial atau kultural. Contoh yang paling sederhana untuk melukiskan
pengaruh lingkungan terhadap perkembangan mental yang abnormal adalah autisme
(Sidharta, 1979).
Autisme
manifestasinya sudah dapat dijumpai pada bayi yang berusia 1 bulan, tetapi pada
umumnya dokter dan ibu dapat mengetahui pada bayi yang berusia 4 bulan. Bayi
ini bergerak, bereaksi dan senagn tidak menghiraukan lingkungan sekitarnya. Ia
mengeleng-gelengkan kepalanya secara kompulsif, meneteknya sangat lemah, hampir
tidak pernah tersenyum atau menangis. Kalau sudah agak besar, bayi autistik
seolah-olah senang kalau kepalanya dibentur-benturkan pada tembok.
Menjelang
masa kanak-kanak terlihat bahwa anak mempunyai kecenderungan untuk menyukai
sebuah mainan secara berlebihan dan tidak menghiraukan mainan lainnya. Pola
bermain selalu sama. Gaya berjalannya sambil berjingkat dan tidak jarang sambil
memutar-mutarkan kepalanya (Sidharta, 1979). Anak autistik yang dapat
berbicara, tetapi bicaranya khas, segan bicara dan mengeluarkan kata-kata hanya
jika marah. Pada umumnya anak autistik tidak terbelakang mental tetapi
perkembangan intelektual dan adaptasi sangat terhambat oleh perilaku yang
abnormal.
6.
Penanganan penderita retardasi mental di puskesmas
Puskesmas
dapat berperan dalam menangani retardasi mental, baik dalam pencegahan,
perawatan dini maupun perawatan lanjutan bagi penderita retardasi mental yang
sangat membutuhkan bimbingan dari puskesmas. Usaha puskesmas untuk menemukan
kasus secara dini kelainan tumbuh kembang melalui deteksi dini kelainan tumbuh
kembang anak. Melalui usaha tersebut diharapkelainan tumbuh kembang anak. rita
retaangan intelektual dan adaptasi sangat rlebihan dan tidak menghiraukkan
penanganan penderita retardasi mental dapat lebih cepat dan adekuat.
Usaha
pencegahan dapat dilakukan melaui pendidikan kesehatan jiwa di masyarakat,
konseling genetik dan tindakan kedokteran misalnya perawatan prenatal yang
baik, kehamilan pada wanita yang berumur lebih dari 40 tahun dikurangi.
Konseling terhadap orang tua penderita dilakukan secara itensif, dengan tujuan
antara lain membantu mereka dalam menghadapi frustasi karena mempunyai anak
yang menderita retardasi mental. Selain itu juga untuk memantau kemajuan
perkembangan anak serta membantu orang tua anak jika mereka menghadapi
kesulitan-kesulitan sehubungan dengan upaya mereka mendidik anak retardasi
mental.Orang tua hendaknya memperhatikan benar perawatan diri anak retardasi
mental, sehubungan dengan fungsi peran anak dalam merawat diri kurang. Orang
tua perlu mengetahui bahwa anak yang menderita retardasi mental bukanlah
kesalahan dari mereka, tetapi merupakan kesalahan orang tua seandainya tidak
mau berusaha mengatasi keadaan anak yang retardasi mental. Menyarankan kepada
orang tua anak retardasi mental, agar anak tersebut dimasukkan di dalam
pendidikan atau latihan khusus yaitu di Sekolah Luar Biasa agar mendapat
perkembangan yang optimal.
Puskesmas
perlu juga bekerjasama dengan instansi-instansi tekait lainnya misalnya Depkes
dan Depsos dalam upaya mengembangkan dan mendayagunakan fungsi sosial anak
retardasi mental seoptimal mungkin sehingga merekapun dapat hidup wajar di
lingkungan hidup normal.
Bagus sekali artikelnya, berguna sekali blog2 seperti ini. Salut untuk anda. Boleh sekalian di muat daftar pustakanya?
BalasHapus